Senin, 12 September 2011

Lebaran Part 1 : Jogja Jogja ... Mudik ke Jogja Dulu, Ya!


Yup! Setelah libur Lebaran selama 15 hari, hari ini kembali buka internet. Yeaks … parah banget! Masa’ selama liburan sama sekali nggak buka internet? Tapi ya gimana ya … habisnya juga liburan. Jadilah waktunya dihabiskan buat hepi-hepi bareng keluarga full selama liburan. Nggak buka-buka internet deh jadinya. Sampe-sampe nggak update ucapan selamat merayakan Lebaran 1432 H buat kawan-kawan di jejaring sosial. Tapi, nggak apa-apa ya kalau telat ngucapinnya? Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriyah. Taqabbalallahu minna wa minkum, taqabbal yaa kariim. Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Semoga semua ibadah kita diterima oleh Allah. Aamiiiin …


Seperti yang direncanakan sejak awal, Lebaran kali ini kami mudik dulu ke kampung orang tua saya di Kulonprogo Jogja. Kami berangkat hari Minggu pagi, 28 Agustus. Tapi nggak seperti yang kami rencanakan dimana kami akan naik kereta Prameks untuk mudik ke Jogja, di detik-detik terakhir menjelang keberangkatan, kami akhirnya memutuskan untuk bersepeda motor. Rencana itu berubah mengingat hari Minggu itu adalah puncak mudik Lebaran. Sejak sehari sebelumnya, kami mendapat informasi kalau kereta penuh sesak. Dan kami pun memprediksi kalau hari Minggu itu, kereta juga akan penuh sesak. Padahal barang bawaan kami lumayan banyak. Ada satu kardus, dua tas plastik besar, dan satu tas ransel besar. Ditambah lagi saya hamil, masih sering mual dan kadang muntah. Jadilah akhirnya kami memilih naik sepeda motor aja, bisa santai di perjalanan. Bisa berhenti di mana aja kalau kami capek atau saya mual dan ingin muntah. Dan akhirnya … kami menjadi bagian dari para pemudik bersepeda motor yang meramaikan jalanan Solo-Jogja. Meskipun jalannya nggak padat merayap, tapi jumlah kendaraan memang jauh lebih banyak daripada hari-hari biasanya.


Kami sampe di rumah orangtua saya sekitar jam 12.30 siang. Panaaaaasss. Juga kelaparaaaaaaannnn. Itu karena saya melakukan kesalahan. Pas suami sahur, saya nggak ikut sahur. Dan paginya juga nggak sarapan. Di jalan, perut sampe kayak diiris-iris saking perihnya. Tapi suami emoh diajak mampir beli maem buat si dedek di dalem perut. Katanya, dia malu. Masa’ puasa-puasa masuk warung makan? Meskipun yang makan bukan dia, tapi dia tetep malu katanya. Hmmm, yasud deh … nyampe rumah langsung nyikat nasi sayur brongkos, tongseng ayam, dan kerupuk. Kenyaaaaanggg …! Tapi juga mual-mual nggak karu-karuan karena saya telat makan. :-(


Karena kami nyampe di Jogja H-2 Lebaran (kami ikut Lebaran yang hari Selasa tanggal 30 Agustus, nggak ngikut Lebarannya pemerintah tanggal 31 Agustus, hehehe…), H-1 Lebaran kami pakai buat muter-muter nyari oleh-oleh yang akan kami bawa saat kami bersilaturahmi ke rumah kerabat dan keluarga di Jogja. Juga nyari buah-buahan dan makanan kecil buat cemilan Lebaran di rumah orangtua saya. Nggak lupa juga nyari oleh-oleh khas Jogja yang akan kami bawa buat oleh-oleh bapak ibu mertua saya. Weeewww … ampe susah ngebawanya pakai sepeda motor. Fiuuuhhh …


Karena ini adalah Lebaran pertama bagi suami saya di Jogja (dan tentunya Lebaran pertama kali berpisah dengan orang tua dan keluarga besarnya), dia agak merasa aneh. Ya mungkin karena emang selama bertahun-tahun sebelum menikah, dia udah terbiasa berlebaran dengan keluarga. Dan sekarang, dia harus berlebaran di rumah mertua yang notabene berjarak hampir 200 kilometer dari rumahnya. Karena di kampung suami saya nggak ada tradisi takbir keliling, apalagi pawai takbir pas malam Lebaran, dia seneng pas saya ajak dia jalan-jalan lihat pawai takbiran. Ada lampu dimana-mana, oncor dimana-mana, juga ada  replika bangunan maupun benda-benda yang diarak rombongan pawai berjalan kaki keliling desa. Tetabuhan dan bedug juga tak ketinggalan terdengar dari mana-mana. Anak-anak kecil, remaja, dewasa, sampe orangtua tumplek blek ikut pawai dan takbiran keliling desa. Rameeeee banget. Sangat jauh berbeda dengan malam takbiran di kampung suami saya. Sepi, gelap, dan nggak rame. Takbiran hanya diadakan di masjid dimana jamaah berkumpul di masjid, duduk bershaf dan bertakbir bersama-sama. Sekitar jam 10 malem, satu per satu jamaah mulai pulang. Udah, gitu aja. Menurut saya, nggak ada gregetnya. Nggak semarak, gitu.


Pagi harinya kami melaksanakan Shalat Ied di lapangan yang ada di bukit kapur tak jauh dari rumah orangtua saya. Ratusan orang, bahkan mungkin seribuan orang yang berasal dari tiga dusun ikut Shalat Ied di lapangan itu. Meskipun makin siang, matahari semakin terik, itu tak menyurutkan para jamaah untuk tetap duduk di shaf masing-masing. Setelah prosesi Shalat Ied selesai, warga se-RW di kampung orang tua saya langsung menuju mushala untuk ikut berikrar syawalan dan berhalal bihalal. Kami saling berjabatan tangan, berpelukan, dan saling bermaaf-maafan (ops, tapi tentu aja laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan, lho, ya! hehe …)


Habis halalbihalal di mushala, barulah kami pulang ke rumah. Sarapan bareng-bareng makan ketupat dengan lauk sayur brongkos, tongseng ayam, sayur tempe pedes, bacem tempe dan tahu, juga aneka kerupuk. Syedaaaaappp! Setelah sarapan, acara dilanjutkan dengan sungkeman dan saling maaf-maafan di antara anggota keluarga. Menjelang siang hari, barulah saya dan suami plus adik saya keliling ke tempat simbah dan juga saudara serta kerabat untuk bersilaturahmi. Huuufffttt … capeknya! Menjelang sore hari kami baru selesai keliling. Kami sengaja nggak berlama-lama di masing-masing rumah biar bisa menyelesaikan semua tujuan. Sekitar jam 4 sore, kami kembali ke Solo. Tetap dengan bersepeda motor, bisa santaaaaaaiii. Besok paginya kami berencana gantian mudik ke rumah mertua saya di Wonogiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar