Minggu, 18 Agustus 2013

Oleh-oleh Mudik Lebaran 1434 H


Kembali ke rutinitas setelah Lebaran 1434 Hijriyah. Eh, tapi sebelumnya, saya ngucapin taqabbalallahu minna wa minkum. Minal aidzin wal faidzin. Aamiin yaa rabbal’alamiin … Mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya buat saya atas segala kesalahan saya yang tidak saya sengaja perbuat. Karena saya tidak ada niatan sedikit pun untuk sengaja berbuat salah kepada siapa pun. Maaaaff yaaaa …. :-)
Balik ke topik. :-D Kembali ke rutinitas seperti sebelum libur Lebaran. Meskipun sebenernya kantor saya mulai masuk hari Kamis tanggal 15 Agustus kemarin. Tapi karena masih bau-bau libur Lebaran, hari Kamis dan Jumat masih rada loyo-loyo gitu di kantor. Bawaannya masih pengin liburaaaan aja ngelonin Aufa di rumah, terus jalan-jalan bertiga sama Aufa dan ayahnya. Tapi yaaa … libur Lebaran selama 2 minggu tetep sudah selesai, dan sekarang kudu kembali bekerja. Haish! Hihihi ….
Eh, tapi ini mau ngomongin libur Lebaran kemarin, bukan ngomongin masuk kerja lagi. Gimana sih saya? Hihihi …. Lebaran kemarin keluarga kecil kami mudik selama 5 hari. Yeayyyy!! Kata MUDIK itu betul-betul bikin saya syeneeeeengg. Ketemu ortu dan keluarga soalnya. Sama sih ya sama semua orang yang juga seneng kalau mudik. Bener kaaaan? Kami mudik hari Selasa pagi, H-2 Lebaran. Soalnya ayahnya Aufa masih masuk kerja sampai Senin malem.
Agenda mudik kami yang pertama adalah ke Wonogiri, kampung halaman suami. Jarak dari rumah kami sekitar 2,5 jam perjalanan naik sepeda motor. Wonogirinya di sebelah timur, tepatnya di kaki selatan Gunung Lawu, udah deket dengan perbatasan dengan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Di Wonogiri, kami nginep 3 malam. Selama perjalanan mudik ke Wonogiri, kami berhenti sekali untuk istirahat. Kami berhenti di sebuah masjid di pinggir jalan di daerah Ngadirojo. Karena saat itu masih Ramadhan, jadi istirahatnya nggak masuk ke rumah makan. :-D Cukup di mesjid. :-D
Sejak sampai di rumah mbahnya, Aufa nggak mau turun dari gendongan. Aufa reweeeeel banget. Nggak mau diajak siapa-siapa. Maunya gendong saya atau ayahnya. Blas nggak mau dideketin sama siapa pun. Digendong? Hmmm … apalagi. Dideketin aja nggak mau, apalagi digendong. Nggak mau banget plus pakai nangis goer-goer. Aufa baru mau turun dari gendongan kalau diajak ke halaman PAUD yang ada di belakang rumah mbahnya. Di halaman PAUD itu ada berbagai macam mainan. Ada ayunan, perosotan, jungkat-jungkit, tempat panjat-panjatan, dan lain sebagainya. Di tempat itu juga adem rasanya, soalnya di sana banyak tumbuh pohon cengkeh. Jadinya udaranya sejuk semilir ada banyak angin. Plus lagi di tempat itu sepi. Jadinya Aufa mau turun, mau main sendiri, mau inak-inik jalan-jalan. Tapi kalau di tempat itu ada selain saya atau ayahnya, balik lagi deh rewelnya. Balik juga nggak mau turun dari gendongan. Hmmm … nasib deh nasiiiib. Aufa nggak nyaman dan nggak kerasan ada di rumah mbah Wonogiri.
Hari Jumat pagi alias Lebaran hari kedua, kami gantian mulai meluncur ke Kulonprogo Jogja ke kampung halaman saya. Kami berangkat dari rumah mbah Wonogiri sekitar pukul 9 pagi. Agak siangan sih itu namanya. Tadinya pengin berangkat lebih pagi gitu, jam 7 gitu. Karena itu hari Jumat, penginnya pas Shalat Jumat udah sampai di rumah mbah Jogja. Tapi ternyata banyak yang mesti dilakukan, plus belum lagi Aufa masih terus rewel. Akhirnya baru bisa berangkat jam 9 pagi.
Sejak awal kami sudah memutuskan untuk menempuh perjalanan panjang naik sepeda motor saat mudik Lebaran kali ini. Dan saat mudik ke Jogja pun, kami tetap bersepeda motor ria. Kami memperkirakan lama perjalanan sekitar 6 jam perjalanan dengan sudah termasuk berhenti di jalan untuk istirahat. Kami memilih jalur alternatif. Sesampainya di daerah Krisak Selogiri Wonogiri, kami memilih belok ke barat, ke arah Klaten. Ternyata seruuuuuu!! Di awal-awal jalur alternatif, ternyata dulu pernah saya lewati saat saya dulu masih aktif sebagai kuli tinta. Jalur liputan, gitu ceritanya. “Oooh, tembusnya jadi lewat sini toh jalannya?” saya jadi mikir gitu. Saya dengan suami jadi punya obrolan seru selama perjalanan soal jalur alternatif itu. Karena di waktu yang berbeda dengan saya, ternyata dulu suami saya juga pernah beberapa kali liputan di daerah yang kami lewati saat mudik itu. Hihihi … nostalgia zaman liputan dulu, gitu ceritanya. Kami jadi tahu daerah-daerah baru. Tahu juga daerah-daerah yang selama ini hanya sering saya dengar saja. Tapi pas mudik itu, saya melewatinya. Jadi bikin perjalanan mudik itu jadi asyik karena obrolan seru dengan suami selama perjalanan. Alhamdulillah juga Aufa bobok lama selama di perjalanan. Pas dia bangun, dia juga nggak rewel. Jadinya seneng banget gitu biarpun perjalanan panjang itu kami tempuh dengan sepeda motor. :-D Lintas alternatif kami itu tembus di Stasiun Srowot Klaten. Beberapa ratus meter setelah lompat rel kereta api di Stasiun Srowot, kami tembus di jalan besar Jogja-Solo. Udah deket Prambanan.
Saat tiba Shalat Jumat, kami sampai di daerah Prambanan. Kami berhenti di masjid besar di depan Candi Prambanan agar ayahnya Aufa bisa Shalat Jumat dulu. Naaah, baru deh pas sepeda motor berhenti di parkiran, Aufa baru mulai rewel. Entah karena capek atau entah karena di sana buanyak banget orang yang juga sama-sama berhenti sebentar untuk Jumatan, Aufa rewel berat. Nangis heboooooh banget goer-goer. Dineneni nggak mau, digendong nggak mau, diturunin juga nggak mau. Semua nggak bikin dia seneng. Nangiiiis aja selama khutbah Jumat dan Shalat Jumat. Saat ayahnya selesai shalat dan menghampiri saya dan Aufa, Aufa langsung diem dan minta gendong ayahnya. Ngecipik ngobrol sama ayahnya. Emoh gendong dengan saya. Huhuhuuuu … Jadi itu tadi heboh nangis gara-gara pengin nemplok ayahnya gitu? Eh eh eeeehh ….
Habis Jumatan, kami melanjutkan perjalanan lagi. Kami istirahat lagi saat kami sampai di daerah Dongkelan Bantul buat makan siang. Soalnya setelah Prambanan, kami nggak nemu rumah makan lesehan. Huhuhu … susah bener nyari rumah makan lesehan di sepanjang jalan Jogja-Solo. Dari dulu sampai sekarang, tetep susah nyari rumah makan yang ramah bayi dan batita di sepanjang jalan Jogja-Solo. Kebanyakan berkursi. Tidak seperti kalau mudik ke Wonogiri, mau nyari rumah makan lesehan, ada tersebar di mana-mana.
Kami sampai di rumah mbah Jogja jam 3 sore kurang. Ternyata hampir sesuai dengan perkiraan, 6 jam perjalanan. Kami sampai di tempat tujuan selama hampir 6 jam perjalanan. Alhamdulillahirabbil’alamiin … Lega rasanya sampai dengan sehat selamat di tempat tujuan. :-)
Ternyata setibanya di rumah mbah Jogja, Aufa tetap rewel. Sama seperti saat di Wonogiri. Tapi bedanya kalau di Jogja, Aufa bisa tidur pules. Kami nginap 2 malam di Jogja. Selama di Wonogiri, Aufa nggak doyan makan, nggak pules tidurnya, rewel berat nggak mau turun dari gendongan, nangis-nangis terus. Kalau di Jogja bedanya cuma satu, Aufa bisa tidur pules. Minggu pagi menjelang siang jam 10.30, kami sudahi acara mudik kami. Kami kembali ke Kartosuro. Kembali ke kehidupan kami semula dengan segala rutinitasnya. :-D Soalnya Minggu sore itu, ayahnya Aufa udah ngantor lagi. Ihiks, nasib jadi kuli tinta. Liburnya nggak bisa lama.
Hmmh … begitulah acara mudik kami yang selama 5 hari. Eh, kelupaan ding. Malam Minggu sebelum saya balik ke Kartosuro, adik perempuan saya satu-satunya dilamar. Jadinya alhamdulillah banget lamarannya pas saya ada di Jogja. Jadinya bisa ikut hadir di depan menjamu tamu yang datang melamar. :-)
Soal Aufa, ternyata begini ya sodara-sodara. Sesampainya kami di Kartosuro lagi, begitu ayahnya membuka pintu rumah dan mengeluarkan sepeda roda tiga milik Aufa, Aufa langsung teriak “Dididaaa!!”. Habis itu dia turun dari gendongan, terus ketawa-ketawa, terus main sendiri di teras dan garasi samping. Nggak mau ditungguin. Sorenya habis dia mandi, dia main sendiri ke rumah temen-temennya. Ketawa jerit-jerit girang ngelihat sebagian temen-temennya udah pada main di jalan perumahan. Seneeeeengg banget dia. Ya Allah, kamu kangen toh nak sama temen-temenmu? Ckckckck … ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar