Ada
rasa ikut sedih saat saya membaca pengalaman sejumlah ibu saat mereka
melahirkan putra-putri mereka. Tak sedikit ibu melahirkan yang bayinya
ujug-ujug dikasih susu formula oleh rumah sakit, klinik, atau rumah bersalin
begitu bayi cenger habis mbrojol. Setelah bayi lahir, bayi dipisah dari ibunya
sehingga bayi tidak bisa langsung menyusu pada ibunya. Saat diberikan pada ibunya,
ternyata bayi udah dikasih susu formula sebelum sempat menikmati ASI ibunya
terlebih dahulu. Hmmhh.… Rasanya saya ikut merasa gelo. :-(
Alhamdulillahirabbil’alamiin
saya dulu dapet rumah sakit dan dokter obgyn yang nyaman. Beberapa jam sebelum saya
melahirkan, suami dapet formulir yang harus ditandatangani apakah nanti setelah
bayi mak prucut lahir akan dikasih ASI saja atau diberi tambahan susu formula.
Tanpa ragu-ragu, suami langsung memilih dikasih ASI aja. Dan benar, setelah
bayi lahir, bayi saya tidak diberi susu formula. Hanya ASI saja.
Agar
tidak mengalami kejadian seperti yang dialami ibu-ibu tadi, sangat perlu
kiranya calon ayah dan calon ibu memastikan apakah rumah sakit, klinik, atau
rumah bersalin yang akan dituju jika nanti melahirkan tersebut pro ASI dan pro
IMD ataukah tidak. Juga yang tak kalah penting adalah memastikan apakah dokter,
bidan, atau perawat di sana pro IMD dan pro ASI ataukah tidak. Ini sangat
penting agar kita tidak menyesal di kemudian hari. Hehehe….
Saat
usia kehamilan sekitar 38 minggu, saya dan suami memastikan ke dokter obgyn kami
apakah nanti saat saya melahirkan, saya bisa langsung IMD. Dengan jelas, dokter
obgyn mengatakan bahwa saya dan suami tidak perlu khawatir. Sebab, setelah bayi
kami lahir akan bisa langsung IMD. Meskipun jika nanti saya operasi caecar,
saya tetap bisa langsung IMD. “IMD itu hak bayi dan ibu bayi. Jadi jangan
khawatir,” begitu kata dokter obgyn saya. Huuftt … rasanya ayem sekali hati
saya dan suami.
Niat
hati dari sebelum hamil, saya ingin melahirkan normal. Pengiiiin banget
merasakan melahirkan normal itu kayak apa. Tapi ternyata saya mesti melalui
persalinan secara caecar. Ada rasa sedih karena tak bisa tercapai keinginan untuk
melahirkan normal. Tapi ya sudahlah, tak usah dipikir sedihnya. Ini yang
terbaik buat bayi kami. Begitu pikir saya. Saat itu sudah HPL plus 7 hari.
Posisi bayi masih agak miring dan kepala belum masuk panggul. Dan saya pun juga
belum mengalami kontraksi. Detak jantung bayi saya terdeteksi melemah. Mungkin
saja jika saya mau bersabar, posisi bayi saya udah turun dan masuk panggul.
Aaah, tapi sudahlah. Saya tak mau menyesali. Kami memutuskan caecar demi bayi
kami, bukan karena saya takut melahirkan normal atau karena kami memilih
tanggal dan waktu cantik.
Alhamdulillah
meski caecar, janji dokter obgyn bahwa bayi saya bisa IMD akhirnya terbukti juga
biarpun tidak sampai 1 jam. Saat perut saya sedang dijahit, bayi saya dibiarkan
merayap di atas perut saya menuju payudara. Campur aduk rasanya. Dari semua
rasa itu, saya amat sangat bahagia. Saya terharu dan menangis melihat makhluk
mungil itu merayap di dada saya. Ini ya makhluk mungil yang selama ini bergerak
di dalam perut? Lucunyaaa. Bibir mungilnya basah saat disentuhkan ke pipi saya.
Kedua telapak tangan mungilnya juga masih basah air ketuban. Rambutnya hitam
lebat.
Pada
hari ketiga setelah melahirkan, saya mulai galau karena ASI saya belum juga
deras. ASI saya baru sebatas menetes, itu pun payudara harus saya pencet
terlebih dahulu. Sementara godaan dari berbagai penjuru terus berdatangan. Sebagai
ibu yang baru melahirkan dengan kondisi fisik yang masih sakit karena habis
caecar, godaan itu membikin saya mulai panik. Kombinasi yang pas antara fisik
sakit dan muncul berbagai godaan sehingga menimbulkan kegalauan. :-)
Suami
saya menenangkan saya bahwa saya tidak perlu panik. Tapi karena saya terus panik
karena godaan terus datang, saya mengajak suami untuk menemui bidan kepala
bangsal. Dengan tertatih-tatih berjalan, saya dan suami berkonsultasi tentang
ASI saya yang belum deras. Apakah ASI saya cukup? Apakah tidak apa-apa jika
hari ketiga setelah bayi lahir namun ASI saya belum deras? Apakah tidak perlu
bantuan susu formula? Jika butuh bantuan susu formula, susu merk apa yang
paling bagus? Begitu kira-kira rentetan pertanyaan saya.
Dengan
bijak, bidan tersebut menjelaskan bahwa saya dan suami tidak perlu khawatir. Bayi
baru lahir tidak memerlukan banyak susu seperti yang kita pikirkan. Ukuran
lambung bayi baru lahir sangatlah kecil, kira-kira sebesar kelereng. ASI yang
keluar dari payudara saya pasti pas dan sesuai dengan kebutuhan bayi saya.
Jadi, tak perlu saya merisaukan apakah ASI saya cukup ataukah tidak. Cukup
insya Allah. Yang kedua, memang ASI tidak langsung keluar sur-sur deras. Ada
tahapannya sesuai kebutuhan bayi. Biasanya mulai hari ketiga setelah bayi
lahir, ASI mulai deras keluar. Tapi jika belum deras, tunggu saja di hari
keempat atau kelima. Itu pasti sudah deras. Begitu kata bidannya. Yang ketiga,
saya tidak perlu bantuan susu formula untuk bayi kami. ASI sudah sangat cukup. Dan
tidak ada susu formula sebaik kandungan ASI. “Lagi pula, Bapak sudah
menandatangai formulir kan? Kami juga tidak memberikan susu formula pada bayi
Bapak dan Ibu seperti yang Bapak pilih pada formulir itu. Bapak dan Ibu yang
sabar saja. Tunggu saja sebentar lagi juga ASI-nya deras,” begitu jelas bidan
itu.
Keluar
dari ruangan bidan kepala bangsal, suami saya berkata, “Tuuuh, kan. Sabar, ya?
Ini ujian kesabaran bagi kita. Sebentar lagi ASI-nya juga deras.” Hihihi … saya
malu sendiri. Saya yang waktu masih hamil paling heboh soal penanganan panik,
ternyata saat menghadapi sendiri kondisi tersebut, saya yang malah panik.
Bersyukur suami saya tetap tenang. Padahal saat saya masih hamil, saya
berkali-kali pesan karena takut jika suami panik, “Nanti jangan panik, lho,
Yang.” Hihihi … ternyata yang panik malah saya. ^_^
Hari
ketiga setelah melahirkan, sekitar jam 2 siang, saya dan bayi kami
diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Alhamdulillah senengnyaaa. Operasi
caecar hari Senin siang, hari Rabu siangnya udah boleh pulang. Cukup 3 hari
saja udah bisa pulang. Udah bisa jalan-jalan sambil gendong baby. Nggak
kebayang sama cerita ibu yang melahirkan caecar tanpa keluhan apa pun baru
diperbolehkan pulang setelah menginap 5 hari di rumah sakit. Pasti rasanya
lamaaaaaa sekali ibu tersebut di rumah sakit. Saya aja yang 3 hari di rumah
sakit udah pengin buru-buru pulang, merawat bayi di rumah aja yang jauh lebih
nyaman daripada di rumah sakit. :-)
Semoga
semakin banyak calon ibu dan calon ayah, juga ibu dan ayah yang mau menambah
anak, untuk semakin siap menyambut kehadiran buah hati. Pastikan semua hal yang
akan menyertai proses persalinan kita betul-betul membuat kita nyaman. Dan yang
tak kalah penting, siapkan juga beberapa alternatif dalam proses kita menyambut
buah hati. Misalnya kita mau melahirkan di bidan, ke bidan siapa? Jarak dari
rumah seberapa jauh, butuh naik apa untuk ke sana, lalu lintasnya macet atau
nggak, medan jalannya mudah atau susah, dan sebagainya. Kemudian siapkan alternatif
lain, misalnya ke dokter. Pilih dokternya siapa, di rumah sakit mana, jarak
dari rumah seberapa jauh, butuh naik apa untuk ke sana, medan jalannya
bagaimana, dan sebagainya. Pastikan juga saat-saat menjelang HPL, suami
betul-betul siaga di dekat kita. Jika tak ada suami, siapkan alternatif lain
siapa kira-kira orang yang akan kita mintai tolong untuk mengantar atau
mendampingi persalinan. Siapkan juga alternatif-alternatif lain yang sekiranya
diperlukan untuk menyambut baby.
Semoga
ibu, ayah, dan baby yang akan disambut, menemukan kebahagiaan. Aamiin yaa
rabbal’alamiin…. :-)
Saya lagi browsing2 tentang permasalahan bayi saya, eh ketemu blog mbak. Seneng baca-baca artikelnya, bisa buat referensi :).
BalasHapusSemoga bermanfaat yaaaa. Salam kenaaaal. :-))
BalasHapussalam kenal mbak. bisa kasih info dulu pas melahirkan di rs mana dan dengan dokter siapa? terima kasih..
BalasHapusThanks bngt infonya mbak berguna banget :)
BalasHapusMbak Aunty : Maaf baru sempet buka blog. Dulu saya di PKU Muhammadiyah Solo dengan dokter Soffin, Mbak. :-))
BalasHapusMbak turiscantik.com : Sama-sama, Mbak. :-))
BalasHapus