Rabu, 10 September 2014

Aufa Mulai Mau Dekat Sama Mbah Uti



Ada perkembangan menggembirakan dari Aufa. Di umurnya yang jalan 2 tahun 8 bulan, Aufa mulai mau deket sama mbah utinya. Ceritanya akhir pekan kemarin mbah uti Jogja dateng ke rumah setelah sekitar 1,5 tahun nggak main ke rumahnya Aufa. Mbah uti dateng hari Sabtu siang. Dari Jogja dianter pakdhenya Aufa ke Stasiun Tugu naik kereta Prameks turun di Stasiun Purwosari Solo. Karena abinya sibuk ngecat genteng di rumah, saya dan Aufa menjemput mbah uti di stasiun naik motor.

Sesampainya di rumah, Aufa langsung mau deket sama mbah utinya. Nggak merengek-rengek minta gendong ke saya seperti biasanya kalau ada orang selain saya atau abinya. Mau turun di depan tivi trus nyanyi-nyanyi. Pas malemnya mbah uti shalat isya, Aufa ngintili mbah utinya. Nungguin di depan mbah uti yang lagi shalat. Goyang-goyang ke sana kemari bikin mbah utinya nahan ketawa selama shalat.

Keesokan harinya pun Aufa juga tetep mau deket sama mbah utinya meskipun belum mau digendong. Mau ditunggui, mau disuapin makan, tapi nggak mau digendong. Itu udah melegakan banget buat saya. Soalnya selama ini Aufa emang susah deket sama orang lain, termasuk mbahnya. Deketnya cuma sama saya dan abinya, selain itu dia nggak mau diajak atau dideketin. Dan malemnya ada perkembangan lagi, Aufa mau digendong mbah utinya. Dia nggak merengek atau nangis pas digendong, yaaahh meskipun gendongnya cuma sebentar. Tapi itu juga tetep sebuah kemajuan dari Aufa. ^_^

Sebagai orangtuanya Aufa, saya dan abinya kadang stres juga dengan Aufa yang nggak gampang deket sama orang lain, nggak mau diajak orang lain. Secara di rumah nggak ada orang yang membantu momong Aufa dan juga ngerjain pekerjaan rumah tangga. Kalau pas di rumah sih saya dan abinya udah biasa ngerjain setumpuk to do list dari depan rumah sampai dapur berdua. Itu semua disambi momong Aufa udah kerasa biasa aja buat saya dan suami, nggak bikin stres. Nah, kalau pas diajak keluar rumah tuh yang bikin kami stres. Aufa dipastikan nggak tahan lama, rewelan, nangis, meronta-ronta ngajak pulang, dan berbagai bentuk kerewelan lainnya yang bikin saya dan abinya jadi nggak betah juga lama-lama. Acara silaturahmi ke rumah siapaaa gitu, atau resepsi pernikahan siapaaa gitu, atau nengokin orang sakit di rumah si sakit atau di rumah sakit, atau nengokin bayi lahir, atau ke bank, atau ke kantor saya dan kantor abinya ngurus sesuatu, pasti ujung-ujungnya dia rewel. Masih mending kalau dia nangis ngajak pulang tapi mau anteng pas digendong. Lha Aufa ini nggak begitu. Dia meronta-ronta, heboh nangisnya. *lap keringet, fiuuuhh….

Dengan perkembangan ini, alhamdulillah banget buat saya dan suami. Saya dan abinya jadi bisa mengerjakan pekerjaan lain selain menggendong dan menenangkan Aufa. Ternyata stres juga selama 2,5 tahun seriiiiiiiingggg menghadapi Aufa yang rewel dan nangis gara-gara nggak nyaman ada orang lain, nggak nyaman di lingkungan baru, nggak nyaman dengan mainan baru, nggak nyaman dengan orang-orang baru.

Jujur aja, kadang terbersit rasa iri juga dalam hati saya. “Ah, senengnya jadi ibu ABCD. Anak mereka sepantaran sama Aufa, tapi anak-anak mereka udah mau mandiri, nggak dikit-dikit minta gendong, gampang deket dengan hal-hal baru dan orang-orang baru, nggak gampang rewel, nggak gampang nangis. Kapan ya Aufa bisa kayak anak-anak itu?” Lintasan-lintasan pikiran seperti itu kadang muncul saat Aufa rewel. Apalagi saat pulang kerja dalam kondisi badan capek, Aufa rewel dan minta gendong. Apa-apa serba nggak kepeneran. Duuuhh, stres saya. Lintasan-lintasan rasa iri itu jadi mudah muncul dalam kepala saya.


Huufft … yaah, mungkin itu manusiawi ya? Berharap anak begini begitu. Manusiawi juga mungkin ya kalau saya juga mengalami stres? Semoga saya dan suami jadi pribadi yang lebih sabar. Aamiin…. Semoga rewelnya udahan ya Kakak Aufa. Makin ke sini semoga Kakak Aufa makin mandiri, nggak gampang rewel, mudah dekat dengan orang baru, mudah menyesuaikan diri di lingkungan baru. Aamiin… Doa ummi selalu untukmu, Nak. ^_^

1 komentar: