Ada
perkembangan menggembirakan dari Aufa. Di umurnya yang jalan 2 tahun 8 bulan,
Aufa mulai mau deket sama mbah utinya. Ceritanya akhir pekan kemarin mbah uti
Jogja dateng ke rumah setelah sekitar 1,5 tahun nggak main ke rumahnya Aufa.
Mbah uti dateng hari Sabtu siang. Dari Jogja dianter pakdhenya Aufa ke Stasiun
Tugu naik kereta Prameks turun di Stasiun Purwosari Solo. Karena abinya sibuk
ngecat genteng di rumah, saya dan Aufa menjemput mbah uti di stasiun naik
motor.
Sesampainya
di rumah, Aufa langsung mau deket sama mbah utinya. Nggak merengek-rengek minta
gendong ke saya seperti biasanya kalau ada orang selain saya atau abinya. Mau
turun di depan tivi trus nyanyi-nyanyi. Pas malemnya mbah uti shalat isya, Aufa
ngintili mbah utinya. Nungguin di depan mbah uti yang lagi shalat.
Goyang-goyang ke sana kemari bikin mbah utinya nahan ketawa selama shalat.
Keesokan
harinya pun Aufa juga tetep mau deket sama mbah utinya meskipun belum mau
digendong. Mau ditunggui, mau disuapin makan, tapi nggak mau digendong. Itu
udah melegakan banget buat saya. Soalnya selama ini Aufa emang susah deket sama
orang lain, termasuk mbahnya. Deketnya cuma sama saya dan abinya, selain itu
dia nggak mau diajak atau dideketin. Dan malemnya ada perkembangan lagi, Aufa
mau digendong mbah utinya. Dia nggak merengek atau nangis pas digendong, yaaahh
meskipun gendongnya cuma sebentar. Tapi itu juga tetep sebuah kemajuan dari
Aufa. ^_^
Sebagai
orangtuanya Aufa, saya dan abinya kadang stres juga dengan Aufa yang nggak
gampang deket sama orang lain, nggak mau diajak orang lain. Secara di rumah
nggak ada orang yang membantu momong Aufa dan juga ngerjain pekerjaan rumah
tangga. Kalau pas di rumah sih saya dan abinya udah biasa ngerjain setumpuk to
do list dari depan rumah sampai dapur berdua. Itu semua disambi momong Aufa
udah kerasa biasa aja buat saya dan suami, nggak bikin stres. Nah, kalau pas
diajak keluar rumah tuh yang bikin kami stres. Aufa dipastikan nggak tahan
lama, rewelan, nangis, meronta-ronta ngajak pulang, dan berbagai bentuk
kerewelan lainnya yang bikin saya dan abinya jadi nggak betah juga lama-lama.
Acara silaturahmi ke rumah siapaaa gitu, atau resepsi pernikahan siapaaa gitu,
atau nengokin orang sakit di rumah si sakit atau di rumah sakit, atau nengokin
bayi lahir, atau ke bank, atau ke kantor saya dan kantor abinya ngurus sesuatu,
pasti ujung-ujungnya dia rewel. Masih mending kalau dia nangis ngajak pulang
tapi mau anteng pas digendong. Lha Aufa ini nggak begitu. Dia meronta-ronta,
heboh nangisnya. *lap keringet, fiuuuhh….
Dengan
perkembangan ini, alhamdulillah banget buat saya dan suami. Saya dan abinya
jadi bisa mengerjakan pekerjaan lain selain menggendong dan menenangkan Aufa.
Ternyata stres juga selama 2,5 tahun seriiiiiiiingggg menghadapi Aufa yang
rewel dan nangis gara-gara nggak nyaman ada orang lain, nggak nyaman di
lingkungan baru, nggak nyaman dengan mainan baru, nggak nyaman dengan
orang-orang baru.
Jujur
aja, kadang terbersit rasa iri juga dalam hati saya. “Ah, senengnya jadi ibu
ABCD. Anak mereka sepantaran sama Aufa, tapi anak-anak mereka udah mau mandiri,
nggak dikit-dikit minta gendong, gampang deket dengan hal-hal baru dan
orang-orang baru, nggak gampang rewel, nggak gampang nangis. Kapan ya Aufa bisa
kayak anak-anak itu?” Lintasan-lintasan pikiran seperti itu kadang muncul saat
Aufa rewel. Apalagi saat pulang kerja dalam kondisi badan capek, Aufa rewel dan
minta gendong. Apa-apa serba nggak kepeneran. Duuuhh, stres saya.
Lintasan-lintasan rasa iri itu jadi mudah muncul dalam kepala saya.
Huufft
… yaah, mungkin itu manusiawi ya? Berharap anak begini begitu. Manusiawi juga
mungkin ya kalau saya juga mengalami stres? Semoga saya dan suami jadi pribadi
yang lebih sabar. Aamiin…. Semoga rewelnya udahan ya Kakak Aufa. Makin ke sini
semoga Kakak Aufa makin mandiri, nggak gampang rewel, mudah dekat dengan orang
baru, mudah menyesuaikan diri di lingkungan baru. Aamiin… Doa ummi selalu
untukmu, Nak. ^_^
lucu sekali gemash hehe
BalasHapustolak angin cair