Minggu, 22 Januari 2012

Enaknya Jadi Dokter Spesialis


Jadi dokter spesialis itu seneng ya? Penghasilannya buanyak. Pundi-pundi rupiah dengan amat sangat gampang, mengalir ke kantong. Eh … bukan zamannya lagi ding. Kalau sekarang mah mengalir ke rekening ya? Bukan lagi ke kantong. Emangnya saya yang pundi-pundi (jiaaaahhhh, gaya!) penghasilan saya mengalir ke kantong? Maklum, masih dalam taraf penghasilan recehan gitu loh. Wehehehe … :-)
Sejak lebih dari 1,5 tahun yang lalu, saya dan suami jadi akrab dengan dokter spesialis kandungan. Mulai dari konsultasi dan penanganan operasi endometriosis saya, terapi pascaoperasi, hingga kemudian akhirnya saya hamil. Huuuftt … rasanya agak gimanaaaaa gitu kalau saya ngelihat bukti pembayaran konsultasi ke dokter spesialis kandungan, Rp. 60.000 – Rp. 65.000. Mahalnyaaaaa!! Mata rasanya langsung juling ngelihat angka yang tertera.
Itu bagi saya sih ya. Mungkin bagi orang lain, biaya segitu murah-murah aja. Dan itu baru konsultasi, belum termasuk kalau ada tindakan dan ada obat yang mesti ditebus. Ckckckck … rasa-rasanya, isi dompet saya cepet banget mengering! Ludes deh. Seneng kali ya kalau udah mengering, langsung ada yang ngisi lagi? Lha tapi saya, siapa yang mau mengisi? Mesti nunggu tanggal gajian, baru deh keisi lagi. Hehehe …
Untuk konsultasi dan USG aja, paling nggak harus mengeluarkan biaya sekitar 100.000. Nanti kalau dokternya ngasih resep obat atau vitamin yang kita tebus, hmmm … aduhai sekali duit yang bakal keluar. Pengalaman saya selama saya hamil, total pengeluaran yang paling besar untuk satu kali periksa ke dokter kandungan dengan udah termasuk nebus obat adalah sekitar Rp. 260.000. Bagi saya yang berpenghasilan biasa-biasa aja, nominal segitu terhitung besar.
Di awal-awal kehamilan sampai usia kehamilan 2 bulan, konsultasi ke dokter diminta setiap 2 minggu sekali. Setelah itu, setiap bulan sekali. Memasuki usia kehamilan 7 bulan, konsultasi jadi 2 minggu sekali. Dan setelah masuk usia kehamilan 8 bulan sampai dengan lahirnya si jabang bayi, konsultasinya lebih sering, jadi seminggu sekali. Hmmm … bisa diraba deh berapa biaya yang keluar. Huhuhuhu … makanya, jadi dokter spesialis itu gampang banget ya duit yang mengalir ke rekening? Itu baru 1 pasien. Coba kalau pasien per harinya semisal 50 orang? Hmmm … guyih guyih guyiiiiiih! Meskipun memang, dari seluruh pembiayaan yang dibayarkan pasien, tidak semuanya masuk ke kantong dokter spesialisnya. Tapi, tetep aja dokter spesialisnya dapet bagian yang juga besar. Eh, iya nggak sih? Saya kok jadi sok tau? #payah nih saya#
Dengan tingginya biaya itu, makanya nggak heran banyak ibu-ibu hamil (dan juga suaminya) yang memeriksakan kandungan di bidan dan juga nanti melakukan persalinan cukup dengan bantuan bidan. Secara, biaya periksa selama kehamilan dan juga biaya persalinan di bidan, jauuuuh lebih murah daripada jika ke dokter spesialis kandungan. Secara juga, biaya pendidikan untuk menjadi dokter spesialis kandungan jauuuuh lebih mahal dibandingkan dengan biaya pendidikan untuk menjadi bidan sih ya? ^_^ Meskipun, yaaah … memang, kalau periksa di bidan, kita nggak bisa sekalian USG. Dan bagi saya dan suami, rasanya nggak puas kalau periksa kandungan tapi nggak sekalian USG. Kan kita sebagai calon orang tua, yang paling ingin diketahui saat cek kandungan adalah kondisi janin. Nggak cuma kondisi si ibu hamil aja. Rasanya kok gimanaaaa gitu kalau cuma periksa aja tekanan darah dan berat badan, ditanyai ada keluhan atau tidak, trus dikasih obat atau vitamin, dan nggak di-USG. Periksa kehamilan ya afdholnya di-USG biar tahu kondisi janin di dalam rahim seperti apa.
Ya memang, untuk semua itu, kita sebagai calon orang tua memang ‘dituntut’ untuk berkorban mengeluarkan biaya yang kalau saya bilang ‘lumayan menguras kantong’. Hmmhh … tapi, apapun yang telah dilalui dan berapa banyak uang yang sudah keluar, semoga calon anak di dalam rahim akan terus terpantau, sehat, dan nanti lahir dengan tetap sehat, selamat, normal. Aamiin … Dan bagi para dokter spesialis kandungan, hmmm … memang mereka rezekinya di sana kali ya? Beda profesi, beda rezeki. Beda tempat juga beda rezeki. Beda ikhtiar juga beda rezeki. Beda nasib juga beda rezeki. Beda takdir juga beda rezeki. Hiissshhh! Apa-apaan sih ya ini? Jadi ngelantur. ^_^


Tidak ada komentar:

Posting Komentar