Kamis, 04 Juli 2013

Benarkah ASI Sedikit Itu Takdir?


Menyusui itu gampang-gampang susah, begitu kata seorang teman, dulu saat saya masih hamil. Kelihatannya kalau kita melihat ibu-ibu sedang menyusui bayi mereka, kayaknya lihai dan nyaman bener. Tapi saat kita praktik sendiri, yang terjadi adalah gampang-gampang susah. Tapi jangan khawatir, tambah teman saya itu, nanti seiring berjalannya waktu, menyusui itu menyenangkan. Gampang-gampang susah itu hanya terjadi saat di awal-awal menyusui saja, saat bayi dan si ibu bayi saling menyesuaikan diri dalam aktivitas persusuan itu.
Setelah saya melahirkan dan kemudian secara otomatis masa penyusuan saya dimulai, saya membenarkan apa kata teman saya itu. Menyusui itu gampang-gampang susah. Gampang karena teorinya hanya tinggal memasukkan puting dan areola payudara ke dalam mulut bayi, kemudian bayi secara refleks akan menghisapnya. Posisi badan bayi tegak lurus menghadap badan ibu agar bayi nyaman. Alhamdulillah saya lolos dalam tahap ini. Sebab, ada ibu-ibu, terutama new mom, yang belum lulus. Saat menyusui, hanya putingnya saja yang dimasukkan ke dalam mulut bayi. Akibatnya, terjadi perlekatan yang salah yang kemudian menyebabkan puting lecet dan bisa jadi ada yang berdarah pula putingnya. Ada pula ibu yang tidak ngeh bahwa saat menyusu, posisi bayi betul-betul menghadap ibu. Tidak hanya kepalanya saja yang miring menghadap payudara, sementara badan bayi tidak menghadap badan ibu. Itu bayi pasti tidak nyaman. Kata salah seorang dokter spesialis anak yang juga menjadi konselor laktasi saat saya tanya-tanya ketika saya hamil dulu, “Coba kalau kita yang sudah dewasa ini minum dengan kepala nengok ke samping, pasti tidak enak kan? Begitu juga dengan bayi. Apalagi bayi sedang belajar.”
Namun ternyata, gampang-gampang susah itu tidak hanya ketika awal-awal menyusui saja. Sampai Aufa kini berusia 17 bulan, saya masih merasa bahwa menyusui itu gampang-gampang susah. Kenapa bisa begitu? Iya, menyusui memang gampang, seperti teori di atas. Tapi, bagi ibu yang bekerja di luar rumah selama 8 jam seperti saya ini, menyusui tetap gampang-gampang susah meskipun usia anak sudah 17 bulan. Saya harus mengusahakan dan memastikan anak saya terus mendapatkan ASI, baik saat Aufa sedang bersama saya ataupun ketika saya tinggal kerja.
Itu semua menuntut saya untuk berpikir dan berusaha agar kebutuhan ASI untuk Aufa terpenuhi. Saya harus membuat jadwal memerah ASI, setiap hari. Dalam 24 jam itu, paling tidak saya menargetkan 6 kali memerah. Syukur-syukur bisa lebih intens lagi. Paling lama 3 jam, saya harus memerah. Syukur-syukur bisa konsisten setiap 2 jam sekali diperah. Saya harus disiplin mengosongkan payudara, baik itu dengan cara saya perah ataupun saya susukan langsung pada Aufa. Itu harus, nggak boleh nggak.
Saya juga nggak boleh malas memerah, biarpun tengah malam saat mata ngantuk. Saya juga nggak boleh menunda-nunda waktu, semua jadwal harus dipenuhi. Saya susui Aufa semau dia minta nenen. Bahkan saat dia nggak minta nenen pun, saya neneni Aufa. Saat saya bekerja, itu nggak boleh menjadikan saya jadi merasa berlepas diri dari tugas menyusui sehingga saya merasa tidak harus mengeluarkan ASI dari dalam payudara saya. Jauh atau dekat dari bayi, ASI harus rutin dikeluarkan. Itu patokan saya.
Ya, saya membuat patokan itu. Saya jatuh bangun siang malam untuk memerah dan menyusui setiap hari hingga usia Aufa 17 bulan lebih seminggu ini. Saya lawan rasa kantuk dan malas. Saya lawan alasan-alasan dari dalam diri saya sendiri, termasuk alasan sibuk dengan pekerjaan. Undang-Undang dari pemerintah dan disusul ada Peraturan Pemerintah yang melindungi bayi mendapat ASI —juga melindungi ibu menyusui untuk memberikan hak ASI bayi— menjadi penentram saya. Itu semua saya lakukan demi Aufa, demi anak saya. Saya berusaha dan terus berusaha, sehingga sampai sekarang saya bisa lancar menyusui. Produksi ASI saya masih lancar sampai sekarang, karena saya jaga betul-betul pengeluarannya harus sesering mungkin. Itulah yang saya sebut gampang-gampang susah. Gampang-gampang susah menjaga mood dan semangat menjadi mama perah.
Jujur, saya sedih saat mendengar atau mengetahui ibu menyusui yang bilang bahwa mereka ditakdirkan memiliki ASI sedikit, mereka ditakdirkan tidak bisa menyusui bayi mereka hingga 2 tahun. Saat saya tahu apa yang terjadi dengan ibu-ibu itu, ternyata mereka tidak jatuh bangun memerah ASI. Ya, mereka memang menyusui bayi mereka saat sedang bersama bayi. Tapi saat sudah kembali bekerja atau sedang berjauhan dengan bayi, mereka tidak memerah ASI. Bahkan ada yang malam hari saat bersama bayi mereka pun, bayinya dikasih susu formula karena malas bangun malam-malam untuk menyusui. Namun saat ditanya kenapa tidak tuntas menyusui sampai 2 tahun, saat ditanya kenapa anaknya diberi susu formula padahal ASInya ada, mereka bilang bahwa itu adalah takdir. Duuuh … jujur, saya sedih.
Ini kayak orang yang duduk ongkang-ongkang di rumah atau tidur-tiduran sambil nonton televisi, tapi berharap kaya. Berharap rezeki mengalir lancar, dalam jumlah banyak, setiap hari pula. Mereka tidak bekerja mencari nafkah. Tapi kemudian saat menyadari mereka tak punya uang, mereka bilang bahwa itu adalah takdir. Takdir bahwa mereka tidak berharta banyak. Takdir bahwa mereka miskin. Padahal, bekerja mencari nafkah saja, tidak mereka lakukan.
Ayolaaah, kalau mau punya duit banyak, ayo kita bekerja. Bekerja yang halal, bekerja yang cerdas, bekerja keras, agar kita punya uang. Dan ayolaaah, kalau mau ASInya banyak, ayo terus kosongkan payudara. Ayo terus bekerja mengosongkan payudara, baik itu dengan cara diperah atau disusukan pada bayi secara langsung. Kosongkan terus secara rutin, maksimal 3 jam harus dikosongkan. Sebab, kunci banyaknya ASI adalah sering dikosongkan dan senantiasa merasa bahagia. Ayo, berbahagialah, Mom. Lakukan apa pun asal membuat bahagia dan rileks.
ASI itu tidak seperti kran air yang jika kita putar kran itu, maka air akan mengucur deras. Namun, saat tandon air habis, maka kran tidak akan mengucurkan air. Tidak pula seperti dispenser yang saat kita tekan tuasnya, maka air akan mengucur ke dalam gelas. Namun saat air di dalam galon habis, maka tuas dispenser itu tidak akan meneteskan air. ASI tidak seperti itu.
ASI itu selalu berproduksi selama 24 jam dalam sehari, tidak pernah tidak berproduksi. Artinya, selama 24 jam, ASI akan selalu ada. Artinya, selama 24 jam, selalu ada ASI yang bisa dikeluarkan. Dan yang perlu diingat, pengeluaran ASI dengan cara diperah dan dengan cara disusu langsung oleh bayi, itu berbeda. Rangsangan hisapan mulut bayi akan membuat pengeluaran ASI lebih cepat dan lebih mudah. Sementara saat diperah (baik dengan tangan maupun dengan pompa ASI), tidak seperti ketika dihisap. Itulah ajaibnya hisapan mulut bayi, dia bisa merangsang payudara mengeluarkan ASI dengan mudah dan cepat, bisa merangsang let down reflect (LDR) —ASI keluar secara spontan yang ditandai dengan rasa menegang dan kencang pada payudara— secara cepat. Sedangkan tangan kita atau pompa ASI, tidak bisa meniru hisapan bayi. Meski begitu, itu tidak boleh membuat ibu patah semangat. Dengan cara apa pun, ASI harus dikosongkan. Hasil perahan ASI tidak menggambarkan produksi ASI di dalam payudara. Ingat kan tadi soal hisapan? Jadi saat ibu melihat hasil perahan tidak melimpah ruah sampai tumpah-tumpah, ibu tidak perlu khawatir. Itu bukan berarti bahwa produksi ASInya sedikit. Itu hanya soal bisa dikeluarkannya ASI baru segitu.
Jadi, kalau merasa ASInya sedikit atau ASInya kering, ayo kita sama-sama introspeksi diri. Seberapa disiplinkah kita selama ini mengosongkan payudara? Sudah intenskah? Seberapa sering frekuensi menyusuinya? Seberapa sering memerah ASInya? Kalau masih kurang, berarti kita perlu mendisiplinkan diri lagi. Ayo berusaha. Dan tak lupa pula, terus berdoa agar Allah menjaga dan semakin memperbanyak produksi ASI kita. Jangan lantas menyalahkan takdir, padahal berusaha dan berdoa saja belum dilakukan. Andai ditanyakan pada para ibu yang bisa menabung ASIP sampai sekulkas penuh, tentu mereka akan menjawab bahwa mereka berusaha dan terus disiplin. Tidak ada hasil tanpa usaha dan doa, itu kuncinya. Saya yakin, mereka pasti jatuh bangun siang dan malam. Mereka tidak berdiam diri saja. Maka, pantas saja jika mereka memperoleh hasil yang luar biasa istimewa.
Memang, ada ibu yang memiliki kelainan pada kelenjar susu pada payudara, sehingga mereka akan kesulitan saat menyusui. Produksi ASI mereka sedikit yang diakibatkan oleh kelainan itu. Tapi, setahu saya, prosentasenya kecil sekali, satu berbanding sekian ribu perempuan. Jadi, kalau ada sekian banyak ibu mengaku ASInya sedikit (dimana itu katanya takdir), kok saya jadi bertanya, benarkah demikian? Apakah itu sudah dibuktikan dengan pemeriksaan medis?
Satu hal lagi, pernah ada yang bilang pada saya, “Oh, pantas saja ASInya masih banyak meskipun anaknya udah mau 1,5 tahun. Lha pompa ASInya bagus kok. Aku pakai yang biasa yang ada bola karetnya.” Hmm, pompa ASI tidak menjadi penentu sedikit banyaknya ASI. Harga pompa ASI saya termasuk biasa-biasa saja. Saya memakai Unimom Mezzo manual yang kalau nggak salah sekarang harganya sekitar 210 ribu. Dan yang perlu dicatat, pompa yang ada karetnya itu tidak direkomendasikan karena pompa jenis itu akan merusak jaringan payudara, bikin sakit payudara saat diperah dengan pompa bola karet itu, dan endingnya malah bikin ASI seret (disebabkan ibu nggak nyaman dengan rasa sakit yang ditimbulkan pompa). Yang menyebabkan ASI terus lancar biarpun anak sudah mau usia 1,5 tahun ya usaha terus dikosongkan payudaranya. Mau punya pompa ASI semahal apa, tapi kalau nggak pernah atau jarang digunakan untuk memerah ya sama saja alias sami mawon. Memerah pakai tangan pun kalau rutin, rajin, dan terampil, akan membuat produksi ASI terus lancar. Jadi, penyebab lancar tidaknya produksi ASI bukan karena memakai pompa atau memerah pakai tangan. Juga bukan karena harga pompanya mahal atau murah. Namun kalau jenis pompa, itu bisa jadi. Jenis pompa berbola kareta sangat tidak dianjurkan.
Kakak Aufa Sayang, anak Ummi, ketahuilah … menyusuimu adalah suatu hal yang membuat Ummi bahagia. Memberikan ASI untukmu adalah kebahagiaan Ummi. Untukmu, Ummi berjuang, Nak. Ummi berjuang mengalahkan malas atau capek yang kadang datang mendera. Ummi tidak akan berhenti berjuang, Nak, sampai usia penyusuanmu purna saat kau 2 tahun nanti. Ini semua tanda cinta dan sayang untukmu, Nak. Bukan … bukan dari Ummi semata. Tapi, ini juga dari Abi. Tanpa semangat dan dukungan Abi selama ini, rasanya tak mungkin Ummi bisa seperti ini. Ini semua juga berkat Abimu, Nak, yang juga sangat cinta dan sayang padamu. Kami selalu mencintaimu, Nak ….

Peluk cium untukmu, Kakak Aufa Sayang …..
Love
Ummi dan Abi



11 komentar:

  1. Ijin share ya mbak, biar menginspirasi teman2 yg lain. Soalnya aku jg sdih bgt lihat byk temanku yg new mom pd ga menyusui anaknya dg alasan yg mcm2.

    BalasHapus
  2. Betul, mbak. Banyak yang beralasan gak mau nyusin karena ASInya sedikit. prihatin sekali jadinya.

    BalasHapus
  3. sukaaaa sekali... Ijin share....

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah ditemuin sm blog ini, saya new mommy yg lg baby blues krn asi saya sedikit. Lumayan ada pencerahan, trimakasih umminya aufa :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tènyata ada temannya jga baby bluesvkrn asi sedikit ��

      Hapus
  5. Love this posting, thanks sharingnya mbak ;)

    BalasHapus
  6. jadi intropeksi diri nih. Makasih ya bun ... kayanya penyebab asi say berkurang saat ini karena saya kurang disiplin pompa.

    BalasHapus
  7. terharu... betapa begitulah seharusnya perasaan seorang mama thd anaknya... makasih Bun penyemangat buat aq saat asi ku sedikit

    BalasHapus
  8. Halo mama-mama semuanyaaaaa.... :-)) Maaf yaaa saya baru buka blog. Semoga mama-mama semuanya sukses dan lancar menyusui si kecil yaaa. Semangat terus pokoknya. Usaha dan terus berdoa. Disiplin mengeluarkan ASI dari dalam payudara. Sesibuk apa pun kita, kita luangkan waktu memerah atau menyusui bayi. :-))


    Oh ya, boleh dishare, Mbak. Silakan... Semoga bermanfaat yaaa. :-))

    BalasHapus
  9. Thx utk sharenya, menguatkan saya yg lg berjuang memberi ASI yg terbaik untuk baby saya. GBU

    BalasHapus