Menyusui
itu gampang-gampang susah, begitu kata seorang teman, dulu saat saya masih
hamil. Kelihatannya kalau kita melihat ibu-ibu sedang menyusui bayi mereka,
kayaknya lihai dan nyaman bener. Tapi saat kita praktik sendiri, yang terjadi
adalah gampang-gampang susah. Tapi jangan khawatir, tambah teman saya itu,
nanti seiring berjalannya waktu, menyusui itu menyenangkan. Gampang-gampang
susah itu hanya terjadi saat di awal-awal menyusui saja, saat bayi dan si ibu
bayi saling menyesuaikan diri dalam aktivitas persusuan itu.
Setelah
saya melahirkan dan kemudian secara otomatis masa penyusuan saya dimulai, saya
membenarkan apa kata teman saya itu. Menyusui itu gampang-gampang susah.
Gampang karena teorinya hanya tinggal memasukkan puting dan areola payudara ke
dalam mulut bayi, kemudian bayi secara refleks akan menghisapnya. Posisi badan
bayi tegak lurus menghadap badan ibu agar bayi nyaman. Alhamdulillah saya lolos
dalam tahap ini. Sebab, ada ibu-ibu, terutama new mom, yang belum lulus. Saat
menyusui, hanya putingnya saja yang dimasukkan ke dalam mulut bayi. Akibatnya,
terjadi perlekatan yang salah yang kemudian menyebabkan puting lecet dan bisa
jadi ada yang berdarah pula putingnya. Ada pula ibu yang tidak ngeh bahwa saat
menyusu, posisi bayi betul-betul menghadap ibu. Tidak hanya kepalanya saja yang
miring menghadap payudara, sementara badan bayi tidak menghadap badan ibu. Itu
bayi pasti tidak nyaman. Kata salah seorang dokter spesialis anak yang juga
menjadi konselor laktasi saat saya tanya-tanya ketika saya hamil dulu, “Coba
kalau kita yang sudah dewasa ini minum dengan kepala nengok ke samping, pasti
tidak enak kan? Begitu juga dengan bayi. Apalagi bayi sedang belajar.”
Namun
ternyata, gampang-gampang susah itu tidak hanya ketika awal-awal menyusui saja.
Sampai Aufa kini berusia 17 bulan, saya masih merasa bahwa menyusui itu
gampang-gampang susah. Kenapa bisa begitu? Iya, menyusui memang gampang,
seperti teori di atas. Tapi, bagi ibu yang bekerja di luar rumah selama 8 jam
seperti saya ini, menyusui tetap gampang-gampang susah meskipun usia anak sudah
17 bulan. Saya harus mengusahakan dan memastikan anak saya terus mendapatkan
ASI, baik saat Aufa sedang bersama saya ataupun ketika saya tinggal kerja.
Itu
semua menuntut saya untuk berpikir dan berusaha agar kebutuhan ASI untuk Aufa
terpenuhi. Saya harus membuat jadwal memerah ASI, setiap hari. Dalam 24 jam
itu, paling tidak saya menargetkan 6 kali memerah. Syukur-syukur bisa lebih
intens lagi. Paling lama 3 jam, saya harus memerah. Syukur-syukur bisa
konsisten setiap 2 jam sekali diperah. Saya harus disiplin mengosongkan
payudara, baik itu dengan cara saya perah ataupun saya susukan langsung pada
Aufa. Itu harus, nggak boleh nggak.
Saya
juga nggak boleh malas memerah, biarpun tengah malam saat mata ngantuk. Saya
juga nggak boleh menunda-nunda waktu, semua jadwal harus dipenuhi. Saya susui
Aufa semau dia minta nenen. Bahkan saat dia nggak minta nenen pun, saya neneni
Aufa. Saat saya bekerja, itu nggak boleh menjadikan saya jadi merasa berlepas
diri dari tugas menyusui sehingga saya merasa tidak harus mengeluarkan ASI dari
dalam payudara saya. Jauh atau dekat dari bayi, ASI harus rutin dikeluarkan.
Itu patokan saya.
Ya,
saya membuat patokan itu. Saya jatuh bangun siang malam untuk memerah dan
menyusui setiap hari hingga usia Aufa 17 bulan lebih seminggu ini. Saya lawan
rasa kantuk dan malas. Saya lawan alasan-alasan dari dalam diri saya sendiri,
termasuk alasan sibuk dengan pekerjaan. Undang-Undang dari pemerintah dan
disusul ada Peraturan Pemerintah yang melindungi bayi mendapat ASI —juga melindungi
ibu menyusui untuk memberikan hak ASI bayi— menjadi penentram saya. Itu semua
saya lakukan demi Aufa, demi anak saya. Saya berusaha dan terus berusaha,
sehingga sampai sekarang saya bisa lancar menyusui. Produksi ASI saya masih
lancar sampai sekarang, karena saya jaga betul-betul pengeluarannya harus
sesering mungkin. Itulah yang saya sebut gampang-gampang susah. Gampang-gampang
susah menjaga mood dan semangat menjadi mama perah.
Jujur,
saya sedih saat mendengar atau mengetahui ibu menyusui yang bilang bahwa mereka
ditakdirkan memiliki ASI sedikit, mereka ditakdirkan tidak bisa menyusui bayi
mereka hingga 2 tahun. Saat saya tahu apa yang terjadi dengan ibu-ibu itu, ternyata
mereka tidak jatuh bangun memerah ASI. Ya, mereka memang menyusui bayi mereka
saat sedang bersama bayi. Tapi saat sudah kembali bekerja atau sedang berjauhan
dengan bayi, mereka tidak memerah ASI. Bahkan ada yang malam hari saat bersama
bayi mereka pun, bayinya dikasih susu formula karena malas bangun malam-malam
untuk menyusui. Namun saat ditanya kenapa tidak tuntas menyusui sampai 2 tahun,
saat ditanya kenapa anaknya diberi susu formula padahal ASInya ada, mereka
bilang bahwa itu adalah takdir. Duuuh … jujur, saya sedih.
Ini
kayak orang yang duduk ongkang-ongkang di rumah atau tidur-tiduran sambil
nonton televisi, tapi berharap kaya. Berharap rezeki mengalir lancar, dalam
jumlah banyak, setiap hari pula. Mereka tidak bekerja mencari nafkah. Tapi
kemudian saat menyadari mereka tak punya uang, mereka bilang bahwa itu adalah
takdir. Takdir bahwa mereka tidak berharta banyak. Takdir bahwa mereka miskin.
Padahal, bekerja mencari nafkah saja, tidak mereka lakukan.
Ayolaaah,
kalau mau punya duit banyak, ayo kita bekerja. Bekerja yang halal, bekerja yang
cerdas, bekerja keras, agar kita punya uang. Dan ayolaaah, kalau mau ASInya
banyak, ayo terus kosongkan payudara. Ayo terus bekerja mengosongkan payudara,
baik itu dengan cara diperah atau disusukan pada bayi secara langsung.
Kosongkan terus secara rutin, maksimal 3 jam harus dikosongkan. Sebab, kunci
banyaknya ASI adalah sering dikosongkan dan senantiasa merasa bahagia. Ayo,
berbahagialah, Mom. Lakukan apa pun asal membuat bahagia dan rileks.
ASI
itu tidak seperti kran air yang jika kita putar kran itu, maka air akan
mengucur deras. Namun, saat tandon air habis, maka kran tidak akan mengucurkan
air. Tidak pula seperti dispenser yang saat kita tekan tuasnya, maka air akan
mengucur ke dalam gelas. Namun saat air di dalam galon habis, maka tuas
dispenser itu tidak akan meneteskan air. ASI tidak seperti itu.
ASI
itu selalu berproduksi selama 24 jam dalam sehari, tidak pernah tidak
berproduksi. Artinya, selama 24 jam, ASI akan selalu ada. Artinya, selama 24
jam, selalu ada ASI yang bisa dikeluarkan. Dan yang perlu diingat, pengeluaran
ASI dengan cara diperah dan dengan cara disusu langsung oleh bayi, itu berbeda.
Rangsangan hisapan mulut bayi akan membuat pengeluaran ASI lebih cepat dan
lebih mudah. Sementara saat diperah (baik dengan tangan maupun dengan pompa
ASI), tidak seperti ketika dihisap. Itulah ajaibnya hisapan mulut bayi, dia
bisa merangsang payudara mengeluarkan ASI dengan mudah dan cepat, bisa
merangsang let down reflect (LDR) —ASI keluar secara spontan yang ditandai
dengan rasa menegang dan kencang pada payudara— secara cepat. Sedangkan tangan
kita atau pompa ASI, tidak bisa meniru hisapan bayi. Meski begitu, itu tidak
boleh membuat ibu patah semangat. Dengan cara apa pun, ASI harus dikosongkan.
Hasil perahan ASI tidak menggambarkan produksi ASI di dalam payudara. Ingat kan
tadi soal hisapan? Jadi saat ibu melihat hasil perahan tidak melimpah ruah
sampai tumpah-tumpah, ibu tidak perlu khawatir. Itu bukan berarti bahwa
produksi ASInya sedikit. Itu hanya soal bisa dikeluarkannya ASI baru segitu.
Jadi,
kalau merasa ASInya sedikit atau ASInya kering, ayo kita sama-sama introspeksi
diri. Seberapa disiplinkah kita selama ini mengosongkan payudara? Sudah
intenskah? Seberapa sering frekuensi menyusuinya? Seberapa sering memerah
ASInya? Kalau masih kurang, berarti kita perlu mendisiplinkan diri lagi. Ayo
berusaha. Dan tak lupa pula, terus berdoa agar Allah menjaga dan semakin
memperbanyak produksi ASI kita. Jangan lantas menyalahkan takdir, padahal
berusaha dan berdoa saja belum dilakukan. Andai ditanyakan pada para ibu yang
bisa menabung ASIP sampai sekulkas penuh, tentu mereka akan menjawab bahwa mereka
berusaha dan terus disiplin. Tidak ada hasil tanpa usaha dan doa, itu kuncinya.
Saya yakin, mereka pasti jatuh bangun siang dan malam. Mereka tidak berdiam
diri saja. Maka, pantas saja jika mereka memperoleh hasil yang luar biasa
istimewa.
Memang,
ada ibu yang memiliki kelainan pada kelenjar susu pada payudara, sehingga
mereka akan kesulitan saat menyusui. Produksi ASI mereka sedikit yang
diakibatkan oleh kelainan itu. Tapi, setahu saya, prosentasenya kecil sekali,
satu berbanding sekian ribu perempuan. Jadi, kalau ada sekian banyak ibu
mengaku ASInya sedikit (dimana itu katanya takdir), kok saya jadi bertanya,
benarkah demikian? Apakah itu sudah dibuktikan dengan pemeriksaan medis?
Satu
hal lagi, pernah ada yang bilang pada saya, “Oh, pantas saja ASInya masih
banyak meskipun anaknya udah mau 1,5 tahun. Lha pompa ASInya bagus kok. Aku
pakai yang biasa yang ada bola karetnya.” Hmm, pompa ASI tidak menjadi penentu
sedikit banyaknya ASI. Harga pompa ASI saya termasuk biasa-biasa saja. Saya
memakai Unimom Mezzo manual yang kalau nggak salah sekarang harganya sekitar
210 ribu. Dan yang perlu dicatat, pompa yang ada karetnya itu tidak
direkomendasikan karena pompa jenis itu akan merusak jaringan payudara, bikin
sakit payudara saat diperah dengan pompa bola karet itu, dan endingnya malah bikin
ASI seret (disebabkan ibu nggak nyaman dengan rasa sakit yang ditimbulkan pompa).
Yang menyebabkan ASI terus lancar biarpun anak sudah mau usia 1,5 tahun ya
usaha terus dikosongkan payudaranya. Mau punya pompa ASI semahal apa, tapi
kalau nggak pernah atau jarang digunakan untuk memerah ya sama saja alias sami
mawon. Memerah pakai tangan pun kalau rutin, rajin, dan terampil, akan membuat
produksi ASI terus lancar. Jadi, penyebab lancar tidaknya produksi ASI bukan
karena memakai pompa atau memerah pakai tangan. Juga bukan karena harga
pompanya mahal atau murah. Namun kalau jenis pompa, itu bisa jadi. Jenis pompa
berbola kareta sangat tidak dianjurkan.
Kakak
Aufa Sayang, anak Ummi, ketahuilah … menyusuimu adalah suatu hal yang membuat
Ummi bahagia. Memberikan ASI untukmu adalah kebahagiaan Ummi. Untukmu, Ummi
berjuang, Nak. Ummi berjuang mengalahkan malas atau capek yang kadang datang
mendera. Ummi tidak akan berhenti berjuang, Nak, sampai usia penyusuanmu purna
saat kau 2 tahun nanti. Ini semua tanda cinta dan sayang untukmu, Nak. Bukan …
bukan dari Ummi semata. Tapi, ini juga dari Abi. Tanpa semangat dan dukungan
Abi selama ini, rasanya tak mungkin Ummi bisa seperti ini. Ini semua juga
berkat Abimu, Nak, yang juga sangat cinta dan sayang padamu. Kami selalu
mencintaimu, Nak ….
Peluk
cium untukmu, Kakak Aufa Sayang …..
Love
Ummi
dan Abi
Ijin share ya mbak, biar menginspirasi teman2 yg lain. Soalnya aku jg sdih bgt lihat byk temanku yg new mom pd ga menyusui anaknya dg alasan yg mcm2.
BalasHapusBetul, mbak. Banyak yang beralasan gak mau nyusin karena ASInya sedikit. prihatin sekali jadinya.
BalasHapussukaaaa sekali... Ijin share....
BalasHapusAlhamdulillah ditemuin sm blog ini, saya new mommy yg lg baby blues krn asi saya sedikit. Lumayan ada pencerahan, trimakasih umminya aufa :-)
BalasHapusTènyata ada temannya jga baby bluesvkrn asi sedikit ��
HapusLove this posting, thanks sharingnya mbak ;)
BalasHapusjadi intropeksi diri nih. Makasih ya bun ... kayanya penyebab asi say berkurang saat ini karena saya kurang disiplin pompa.
BalasHapusterharu... betapa begitulah seharusnya perasaan seorang mama thd anaknya... makasih Bun penyemangat buat aq saat asi ku sedikit
BalasHapusHalo mama-mama semuanyaaaaa.... :-)) Maaf yaaa saya baru buka blog. Semoga mama-mama semuanya sukses dan lancar menyusui si kecil yaaa. Semangat terus pokoknya. Usaha dan terus berdoa. Disiplin mengeluarkan ASI dari dalam payudara. Sesibuk apa pun kita, kita luangkan waktu memerah atau menyusui bayi. :-))
BalasHapusOh ya, boleh dishare, Mbak. Silakan... Semoga bermanfaat yaaa. :-))
Thx utk sharenya, menguatkan saya yg lg berjuang memberi ASI yg terbaik untuk baby saya. GBU
BalasHapusterimakasih sudah sharing kak
BalasHapustolak angin anak