Selasa, 02 Juli 2013

Ikatlah Perut Suamimu dengan Makananmu


Kata pepatah (tapi nggak tahu pepatahnya siapa ^_^), jika ingin memikat suami agar tetap lengket salah satunya adalah dengan cara memikat perutnya. Tahu selera makannya. Itu kata pepatah. Menurut saya sendiri sih pepatah itu ada benarnya juga. Saat selera makan atau kebutuhan perut suami terpenuhi, suami akan lega dan puas. Suami akan hepi bin bahagia. Itu menurut pengalaman saya selama 3,5 tahun menikah. Hehehe … Yaah, memang belum lama sih ya. Tapi cukup memberi gambaran pada saya tentang kebenaran pepatah itu.
Berawal dari pepatah itulah, sejak awal menikah dulu sampai sekarang, saya berusaha memasak sendiri makanan yang dimakan oleh suami. Meskipun memang banyak kekurangan di sana sini. Juga saat keadaan tidak memungkinkan karena saya keburu berangkat bekerja, saya hanya sempat menanak nasi. Sementara lauknya beli. Ah, itu yang sering bikin saya jadi merasa iri. Kepada siapa? Tentu kepada para perempuan yang berstatus sebagai istri yang rajin memasak makanan pokok maupun cemilan untuk suami.
Terkadang, saya dan suami memasak berdua di dapur. Sibuk berdua menyiapkan bahan makanan hingga diolah masuk panci atau wajan. Rasanya senang mengerjakan pekerjaan dapur berdua. Sambil memasak berdua, obrolan aneka topik jadi terangkat. Seru. Masak berdua sambil ngobrol, kadang diskusi serius pun juga bisa disambi saat masak berdua.
Hmm, balik lagi soal pepatah tadi. ^_^ Dengan kondisi saya yang sebelum menikah termasuk perempuan yang jarang masuk dapur (secara otomatis jarang ngulek bumbu ^_^), saya mesti bekerja ekstra keras agar di meja makan rumah mungil saya tersedia hidangan yang paling tidak masuk kategori layak makan. Syukur-syukur masuk kategori enak bin lezat yang bisa menggoyang lidah suami. Hihihi … Menjelang menikah dan terutama setelah jadi pengantin baru dulu, saya jadi merasa menyesal kenapa dulu saat saya masih lajang jarang nimbrung pekerjaan ibu di dapur biar saya bisa masak. Kadang sampai sekarang pun perasaan menyesal itu muncul sedikit-sedikit. Tapi ah, nggak usah disesali. Yang terpenting setelah menyandang status sebagai istri adalah belajar dan praktik memasak dengan betul-betul. Rajin menyambangi dapur. Bersahabat dengan panci, wajan, suthil, ulekan, dan teman-temannya. Kata suami, “Masaklah. Apapun yang dimasak Adek, akan Kakak makan. Kalau yang pertama rasanya masih standar, itu wajar. Nanti kalau Adek rajin memasak, rasanya pasti lain, pasti makin enak.” Dengan semangat dari suami itulah, dulu saat masih jadi pengantin baru, saya bertekad bertempur di dapur. Masak!
Alhamdulillah seumur-umur masak, saya belum pernah masak keasinan. Kalau kata tulisan di artikel-artikel atau buku-buku atau novel maupun cerpen kan biasanya terjadi tragedi keasinan saat awal-awal praktik masak. Alhamdulillah saya nggak pernah keasinan. Malah pernah kemanisan. Mungkin karena saya penyuka manis, jadi saya terlalu asyik menaruh gula dalam masakan. Menurut saya masakan itu biasa aja, maksudnya nggak kemanisan, tapi menurut suami kemanisan. Setelah sekali kemanisan itu, selanjutnya nggak pernah lagi kemanisan. Dan kata suami (yang telah 3,5 tahun memakan masakan saya), rasa masakan saya makin hari makin enak. Bikin perut sering laper, begitu kata suami.
Yah, berarti memang benar kata pepatah itu. Jika ingin memikat suami, salah satunya pikatlah dengan masakan. Ikatlah perut suami dengan makanan hasil karya sendiri. Dan ini masih terus menjadi pe-er bagi saya untuk lebih rajin masak. Rajin pula mempraktikkan menu-menu masakan, terutama menu-menu yang disukai suami. ^_^
Semangaaaaattt!! :-D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar