Kata
pepatah (tapi nggak tahu pepatahnya siapa ^_^), jika ingin memikat suami agar
tetap lengket salah satunya adalah dengan cara memikat perutnya. Tahu selera
makannya. Itu kata pepatah. Menurut saya sendiri sih pepatah itu ada benarnya
juga. Saat selera makan atau kebutuhan perut suami terpenuhi, suami akan lega
dan puas. Suami akan hepi bin bahagia. Itu menurut pengalaman saya selama 3,5
tahun menikah. Hehehe … Yaah, memang belum lama sih ya. Tapi cukup memberi
gambaran pada saya tentang kebenaran pepatah itu.
Berawal
dari pepatah itulah, sejak awal menikah dulu sampai sekarang, saya berusaha
memasak sendiri makanan yang dimakan oleh suami. Meskipun memang banyak
kekurangan di sana sini. Juga saat keadaan tidak memungkinkan karena saya
keburu berangkat bekerja, saya hanya sempat menanak nasi. Sementara lauknya
beli. Ah, itu yang sering bikin saya jadi merasa iri. Kepada siapa? Tentu kepada
para perempuan yang berstatus sebagai istri yang rajin memasak makanan pokok
maupun cemilan untuk suami.
Terkadang,
saya dan suami memasak berdua di dapur. Sibuk berdua menyiapkan bahan makanan
hingga diolah masuk panci atau wajan. Rasanya senang mengerjakan pekerjaan dapur
berdua. Sambil memasak berdua, obrolan aneka topik jadi terangkat. Seru. Masak
berdua sambil ngobrol, kadang diskusi serius pun juga bisa disambi saat masak
berdua.
Hmm,
balik lagi soal pepatah tadi. ^_^ Dengan kondisi saya yang sebelum menikah
termasuk perempuan yang jarang masuk dapur (secara otomatis jarang ngulek bumbu
^_^), saya mesti bekerja ekstra keras agar di meja makan rumah mungil saya
tersedia hidangan yang paling tidak masuk kategori layak makan. Syukur-syukur
masuk kategori enak bin lezat yang bisa menggoyang lidah suami. Hihihi …
Menjelang menikah dan terutama setelah jadi pengantin baru dulu, saya jadi
merasa menyesal kenapa dulu saat saya masih lajang jarang nimbrung pekerjaan
ibu di dapur biar saya bisa masak. Kadang sampai sekarang pun perasaan menyesal
itu muncul sedikit-sedikit. Tapi ah, nggak usah disesali. Yang terpenting setelah
menyandang status sebagai istri adalah belajar dan praktik memasak dengan
betul-betul. Rajin menyambangi dapur. Bersahabat dengan panci, wajan, suthil,
ulekan, dan teman-temannya. Kata suami, “Masaklah. Apapun yang dimasak Adek,
akan Kakak makan. Kalau yang pertama rasanya masih standar, itu wajar. Nanti
kalau Adek rajin memasak, rasanya pasti lain, pasti makin enak.” Dengan
semangat dari suami itulah, dulu saat masih jadi pengantin baru, saya bertekad
bertempur di dapur. Masak!
Alhamdulillah
seumur-umur masak, saya belum pernah masak keasinan. Kalau kata tulisan di
artikel-artikel atau buku-buku atau novel maupun cerpen kan biasanya terjadi tragedi
keasinan saat awal-awal praktik masak. Alhamdulillah saya nggak pernah
keasinan. Malah pernah kemanisan. Mungkin karena saya penyuka manis, jadi saya
terlalu asyik menaruh gula dalam masakan. Menurut saya masakan itu biasa aja,
maksudnya nggak kemanisan, tapi menurut suami kemanisan. Setelah sekali
kemanisan itu, selanjutnya nggak pernah lagi kemanisan. Dan kata suami (yang
telah 3,5 tahun memakan masakan saya), rasa masakan saya makin hari makin enak.
Bikin perut sering laper, begitu kata suami.
Yah,
berarti memang benar kata pepatah itu. Jika ingin memikat suami, salah satunya
pikatlah dengan masakan. Ikatlah perut suami dengan makanan hasil karya
sendiri. Dan ini masih terus menjadi pe-er bagi saya untuk lebih rajin masak.
Rajin pula mempraktikkan menu-menu masakan, terutama menu-menu yang disukai
suami. ^_^
Semangaaaaattt!!
:-D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar