Sebenarnya sudah agak lama saya pengin nulis topik ini. Tapi belum kelakon juga gara-gara saya lagi sok sibuk ngerjain ini dan itu. Pokoknya sok ribeeeet banget deh. Padahal sebenernya nggak ribet dan nggak sibuk. Hihihihi …. Dan setelah kerjaan mengedit naskah-naskah buku yang mau diterbitkan di penerbitan buku tempat saya bekerja, selesai saya kerjakan semua, akhirnyaaaaa saya bisa nengok blog saya tercinta ini. *lebay!*
Saya jadi tambah pengin nulis topik ini setelah kemarin saya baca note dari bapak motivator yang selalu super, Pak Mario Teguh. Note itu berisi begini, “Pak Mario, saya lulusan S2, tapi saya hanya Ibu Rumah Tangga. Orang tua dan rekan-rekan saya menyayangkan pendidikan saya hanya untuk mengurus suami dan anak-anak. Saya ingin bangga dengan pilihan saya untuk menjadi Ibu Rumah Tangga. Mohon pencerahannya. Ibu dan wanita yang baik hatinya – di seluruh dunia, Ibu Rumah Tangga adalah karir yang mulia. Semua pribadi besar dalam kehidupan ini adalah hasil dari karir ibunda mereka. Jika saya nanti mulai berhasil, Ibu Sitti Marwiyah – Ibunda saya adalah pemilik keberhasilan saya, bersama istri saya, yang juga memiliki keberhasilan anak-anak kami. Saya sangat bangga memiliki Ibu Linna sebagai istri dan ibu dari anak-anak saya, yang menggunakan pendidikannya yang tinggi sebagai penguat kehidupan keluarga, sebagai senjata rahasia saya, dan sebagai Super Mom bagi Audrey dan Marco. Sekali lagi, Ibu Rumah Tangga adalah karir yang paling mulia. Mario Teguh – Loving my mom and my wife forever. Mohon “Like” jika Anda setuju bahwa Ibu Rumah Tangga adalah karir yang paling mulia. Terima kasih dan salam super. Mario Teguh – and loving you all as always.”
Apa yang saya maksud dalam tulisan ini mungkin tidak sama persis dengan note-nya Pak Mario Teguh di atas. Tapi, ada beberapa hal yang sama.
Begini, sejak dulu hingga saat ini, jujur saja saya belum memiliki keinginan untuk ikut beramai-ramai masuk dalam pusaran arus orang-orang yang berlomba-lomba mendaftarkan diri sebagai Abdi Negara alias Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bukannya saya antipati, ya! Tapi hanya saja, saya belum memiliki keinginan untuk mencoba mendaftar. Artinya, bisa jadi suatu saat nanti saya mendaftar ikut seleksi PNS. Tapi, untuk saat ini, keinginan itu belum muncul. Sejak duduk di bangku kuliah, saya menyadari apa impian saya yang sebenarnya. Ingin bekerja di bidang apa, ingin berkarir seperti apa, juga termasuk ingin mendedikasikan diri untuk apa.
Untuk itu, saya pun mencoba selalu konsisten meraih apa yang saya impikan. Yaaah … meskipun itu sangat bertolak belakang dengan keinginan orang tua maupun saudara-saudara saya. Biasalah … kan di negeri ini biasanya orang tua, juga orang-orang pada umumnya, berharap dan bahkan bercita-cita menjadi PNS. Apalagi bapak saya juga pensiunan PNS. Alasannya pun macam-macam. Ada yang bilang bahwa berstatus PNS itu akan menjadi kebanggaan keluarga, berstatus PNS akan menaikkan status sosial di masyarakat, berstatus sebagai PNS akan menjamin masa depan dan masa tua nanti yang dipastikan tidak akan sengsara karena setelah pensiun akan mendapatkan dana pensiun sampai kita meninggal. Dan alasan-alasan lainnya yang tentu berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Meskipun impian saya itu bertolak belakang dengan orang tua saya, tapi alhamdulillah bapak dan ibu saya tidak pernah memaksa saya agar saya mendaftarkan diri untuk ikut seleksi PNS. Saya sangat bersyukur untuk itu. Mereka memang pernah beberapa kali menanyakan kepada saya apakah saya tidak ikut mendaftar seleksi PNS saja. Tapi saat saya jawab belum tertarik mendaftar, bapak dan ibu saya tidak memaksa.
Saya sangat mencintai dunia saya. Saya sangat menikmati apa yang saya kerjakan, baik yang sudah-sudah maupun yang sedang saya kerjakan. Dan inilah insyaAllah undakan-undakan yang sedang saya pijak untuk menuju apa yang saya mau, dimana impian saya ada di puncak undakan ini. Saya pun bersyukur memiliki suami seperti suami saya. Sejak sebelum menikah sampai saat ini, dia sangat memahami dan mengerti impian saya. Juga tentang karir impian saya. Saya bersyukur, dia sangat mensupport penuh. Dan ternyata dia juga memiliki impian yang sama dengan impian saya. Alhamdulillah … betapa beruntungnya saya bertemu dengannya dan menjadi istrinya. :-)
Pernah beberapa kali saya mengernyit saat ada beberapa lontaran untuk saya. Saya merasa sungguh heran. Salah satunya begini, “Wah, sayang sekali, ya? Mubadzir banget. Jadi sarjana kok ijazahnya nggak dipakai? Coba jadi PNS. Mbok daftar ikut seleksi PNS biar ijazahnya kepakai. Kalau begitu kan nggak mubadzir”. Mendengar itu, saya hanya tersenyum.
Dalam hati, saya berpikir, apakah ijazah kita itu (entah ijazah SMA, D1, D2, D3, S1, S2, atau bahkan S3) baru dinyatakan atau disebut terpakai dan tidak mubazir jika kita menjadi PNS? Apakah ketika kita memilih bekerja dan berkarir di sektor swasta, itu artinya ijazah dan pendidikan yang kita dapatkan dari bangku kuliah, sia-sia belaka? Tidak bermanfaat? Mubadzir? Apakah jika kita, para perempuan, memilih berkarir di dalam rumah sebagai Ibu Rumah Tangga, itu juga tidak bermanfaat? Menyia-nyiakan ijazah?
Apakah artinya, ketika kita bekerja di perusahaan swasta, kita tidak butuh ijazah? Bisa bebas masuk dan bekerja tanpa ijazah? Tanpa pendidikan? Juga tanpa keahlian? Saya pikir tidak. Coba saja tanyakan ke perusahaan-perusahaan swasta di seantero negeri ini. Bahkan untuk menjadi pelayan toko pun, pemilik toko menanyakan ijazah terakhir calon karyawannya yang biasanya mensyaratkan minimal SMP atau SMA.
Jujur saja, saya merasa sedih dengan lontaran-lontaran seperti itu. Saya pikir, setiap orang memiliki mimpi tentang karir dan pekerjaan mereka. Di negeri ini, mungkin mayoritas orang-orangnya berkeinginan atau bercita-cita menjadi PNS. Tapi, perlu diingat bahwa di samping barisan mayoritas, juga ada barisan minoritas. Dimana orang-orang yang berdiri di barisan minoritas itu belum atau bahkan tidak berkeinginan menjadi PNS. Bahwa ada orang-orang yang ingin memanfaatkan pendidikan maupun ijazah mereka tidak untuk menjadi PNS. Bahwa PNS bukan satu-satunya tujuan bagi seseorang untuk mengejar dan memiliki ijazah.
Kita tekun belajar untuk mendapatkan ilmu, tidak semata-mata untuk mengantongi ijazah. Apalagi ijazah itu hanya untuk mendaftarkan diri sebagai PNS. Ilmu yang kita peroleh di bangku sekolah atau kuliah itu bisa kita manfaatkan di banyak tempat, di banyak wadah. Bukan hanya bermanfaat jika kita menggunakannya di instansi pemerintah saja. Menyedihkan sekali orang-orang yang berpikiran bahwa ijazah kita hanya akan bermanfaat jika kita berstatus sebagai PNS. Kemudian mereka mandeg dan tidak melakukan apapun jika tidak menjadi PNS. Memilih berdiam diri, tidak memanfaatkan ilmu untuk kemanfaatan di masyarakat. Mereka merasa kalah karena tidak lolos seleksi menjadi PNS dan memilih menganggur, tak melakukan apa-apa. Kemudian putus asa, malu, tak punya semangat hidup, dan menyalahkan Sang Pemberi Hidup.
Satu hal lagi bahwa rezeki dan hidup mapan (secara materi), terjamin masa depan dan juga masa tua, tidak tergantung apakah kita berstatus sebagai PNS atau tidak. Siapa bilang berkarir di sektor swasta tidak menjamin kemapanan (dalam hal materi) masa depan dan masa tua? Asalkan bekerja keras, kreatif, dan inovatif, kenapa tidak? Rezeki sudah dibagi oleh Allah, tinggal kita mau mengambilnya atau tidak. Itu saja. :-) Memangnya hanya dengan menjadi PNS saja, kita bisa mengambil jatah rezeki kita dari Allah? Lantas, kalau tidak menjadi PNS, kita tidak bisa mengambil jatah rezeki kita? Dan kemudian berakhir dengan masa depan dan masa tua yang sengsara? Hei … Allah tidak pernah memberi persyaratan “harus PNS” kepada makhluk-Nya untuk mengambil jatah rezeki! Konyol sekali.
Jadi, yuk, manfaatkan ilmu kita semaksimal mungkin! Silakan memanfaatkan di tempat manapun. Bisa di instansi pemerintah, di sektor swasta, atau di rumah dengan menjadi Ibu Rumah Tangga (tapi kalau yang ini, khusus buat para perempuan, lho). Siapa bilang berkarir di dalam rumah tidak bermanfaat? Siapa bilang berkarir di rumah tak bisa menghasilkan uang? Lihat aja beberapa contoh kecil di sekitar kita. Menjahit, membuka usaha katering, membuat kue dan makanan ringan, membuka toko di rumah, maupun bisnis online yang sekarang sedang ramai-ramainya. So, semangaaaaatt!!! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar