Kamis, 29 Desember 2011

Yuk, Mom, Ajak Janin Kita Ngobrol!


Duluuuu sekali, saat saya masih imut-imut binti amit-amit, saya heran saat mendapatkan informasi tentang berbicara dengan janin. Janin yang masih ada di dalam perut ibunya itu sudah bisa merespons apa yang dibicarakan ibu janin kepada si janin. Saya berpikir, apa iya sih janin udah bisa diajak berkomunikasi? Kan masih di dalam perut? Gimana bisa mendengar dan kemudian merespons? Memangnya bener ya janin udah bisa merespons apa yang diomongkan oleh si ibu janin?
Seiring berjalannya waktu, saya semakin banyak membaca dan mendengar cerita. Dari banyak informasi yang saya peroleh, janin sudah bisa merespons apa yang dibicarakan si ibu dengannya. Bahkan, apa yang si ibu rasakan dalam hati, si janin juga akan ikut merasakannya. Tak hanya dari ibunya, bahkan janin bisa merespons apa yang dikatakan oleh ayah janin kepada si janin.
Hmm … saya pun semakin penasaran. Pengin banget merasakan dan mempraktikkan sendiri. Dan saat saya hamil, saya pun akhirnya mempraktikkan itu. Sejak usia kandungan saya masih beberapa minggu, saya mulai mengajak janin saya mengobrol. Yaah … meskipun dalam sehari cuma sebentar-sebentar aja. Setelah janin saya mulai membesar, saya makin sering mengajaknya mengobrol. Nggak cuma saya, suami saya pun juga mengajak janin kami mengobrol.
Nggak cuma mengajaknya berbicara, kami juga memberikan belaian-belaian lembut. Meskipun kami tak tahu pasti apakah janin kami merasakan belaian kami atau tidak. Yang pasti, kalaupun dia tidak merasakan secara fisik, hatinya pasti merasakan belaian kami.
Trus, apa ya yang kami obrolkan dengan janin kami? Apa aja. Banyak hal yang kami obrolkan. Tentang kerjaan saya, saya lagi ngapain, saya lagi di mana, saya lagi baca buku apa, lagi nonton tivi, acara tivi yang sedang saya tonton, apa yang sedang hati saya rasakan kepada ayahnya, cerita tentang pekerjaan saya dan suami saya, di mana kantor suami saya, di mana kantor saya, apa aja yang dikerjakan suami saya di kantornya, dan banyak lagi. Intinya, semua hal yang sedang ada dalam pikiran atau dalam jangkauan mata saya, saya obrolkan dengan janin saya.
Demikian juga dengan suami saya. Kalau saya dan suami sedang di rumah, lagi nyantai-nyantai gitu, suami saya juga mengajak janin saya mengobrol. Sambil ngelus-elus perut saya dan sesekali nyiumi perut saya, dia ajak ngobrol janin kami. Lucuuuu banget lihatnya. Mulutnya sampai ditempel-tempelin ke perut saya, terutama ke bagian perut saya yang terkena gesekan bagian tubuh janin kami. Biar janin kami lebih jelas mendengarkannya, gitu kata suami saya. Misalnya pas mau berangkat kerja, suami saya cerita kalau dia mau kerja. Tanya kakak (panggilan sayang kami buat janin kami-red) lagi ngapain di dalam perut? Lagi main apa? Nanti minta oleh-oleh apa? Dan tak lupa berdoa untuk saya dan janin kami.
Trus kalau suami pulang kerja, dia cerita ke janin dalam perut saya kalau dia udah pulang kerja. Tadi kerjaannya gimana, selama ditinggal kerja ngapain aja, rewel atau nggak, dan sebagainya. Intinya, apapun yang kami rasakan dan kami pikirkan, kami obrolkan dengan janin kami.
Dan subhanallah, sungguh saya dan suami merasa takjub. Janin kami merespons loh. Responsnya berupa tendangan atau tonjokan halus. Kalau pas sebelum diajak ngobrol dia diam aja, pas diajak ngobrol dia memberikan respons. Sementara kalau sebelum diajak ngobrol dia gerak-gerak terus yang hiperaktif gitu, pas diajak ngobrol gerakannya jadi lembut. Nggak lagi kluget-kluget heroik gitu. Kayak dia lagi mendengarkan apa yang sedang diomongkan dengannya.
Bener-bener amazing lah ya ternyata? Ternyata memang bener, janin di dalam perut udah bisa merespons apa yang diomongkan dan dirasakan oleh ibu maupun ayahnya. Kalau kami ketawa-ketawa melihat responsnya, baby dalam perut saya makin terus aja gerak-gerak lembut. Kayak dia ikutan ketawa bersama kami berdua. Weeeww … bener-bener menyenangkan. Jadi tambah nggak sabar pengin segera melihatnya, pengin memeluknya setiap saat.
Selain mengajaknya ngobrol, saya juga mengajaknya membaca dan berdoa. Saat saya sedang bekerja, jika situasi dan kondisi memungkinkan, saya bacakan naskah yang sedang saya baca atau saya edit. Kalau saya sedang di rumah, saya bacakan buku atau tabloid atau koran yang sedang saya baca. Meskipun mungkin dia tidak mendengar jelas dan bahkan belum mengerti apa yang saya bacakan.
Begitu juga kalau saya sedang berdoa seusai shalat ketika saya ada di rumah. Saya keraskan bacaan doa saya. Apa-apa yang saya mohonkan pada Allah, saya keraskan agar janin saya mendengarnya. Meskipun ya itu tadi, saya nggak tahu dia mengerti atau tidak dengan apa yang saya ucapkan.
Menurut buku-buku dan artikel-artikel yang saya baca, membacakan buat janin bisa merangsang otak janin agar lebih berkembang baik. Agar kemampuan berbahasanya nanti setelah dia lahir juga berkembang dengan baik. Cepat menangkap pembicaraan orang-orang di sekelilingnya, mudah mengerti dan menangkap kosakata-kosakata baru. Meskipun belum tahu benar tentang manfaatnya karena kami memang belum mengalaminya sendiri, nggak ada salahnya kami mengajaknya membaca dan berdoa. Toh, nggak susah juga melakukannya. Dan sepertinya, saya tidak menemukan efek negatifnya juga. Jadi, ya mari saja mengajaknya membaca, berdoa, dan berbicara.
Selain itu, tentu aja aktivitas-aktivitas tadi semakin memperkuat bonding antara ibu dan janin, juga antara ayah dan janin. Kan seneng tuh kalau hubungan orang tua dan anak, deket banget. Iya kan mommies? :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar