Akhirnya,
diketahui juga Aufa kenapa. Setelah tanya ke tetangga di perumahan yang udah
berpengalaman punya anak duluan, mulai tersibaklah sakit apa yang diderita
Aufa. Menurut beberapa tetangga, Aufa gabagen. Saya masih inget, dulu pas saya
masih kecil juga pernah gabagen. Adik saya pun juga waktu kecil pernah gabagen.
Nah, sekarang Aufa terduga juga gabagen. Saya pun tanya ke suami, gabagen itu
sama dengan campak nggak sih? Suami saya bilang beda. Suami bilang, kalau
campak itu seperti sakit mata, matanya merah. Gitu kata suami. Saya bilang,
kalau sakit mata kan namanya belekan, bukan campak. Hihihi … jauh banget ya
antara campak sama belekan? :-D
Hmm
… daripada pusing-pusing campak atau bukan, Jum’at sore kemarin pas di kantor,
saya browsing internet nyari tahu apa itu gabagen. Hmm … ternyata benar dugaan
saya, gabagen itu sama dengan campak. Beberapa ciri gabagen yang pernah
diderita oleh anak-anak yang disebutkan dalam beberapa blog yang saya baca di
internet itu sama dengan apa yang diderita Aufa. Seperti panas, demam, keluar
ingus seperti sedang flu, batuk, dan kemudian diakhiri dengan keluarnya
ruam-ruam merah maupun bentol-bentol di seluruh tubuh. Mata merah atau seperti
belekan, itu juga salah satu tanda campak. Tapi, tidak semua tanda campak itu dialami
oleh penderita campak. Ada yang mengalami semua tanda, dan ada pula yang tidak
semua dialami penderita.
Kronologi
sakitnya Aufa begini nih.
Jum’at
(23 November) sore.
Aufa
saya ajak ikutan aksi peduli Palestina. Saya dan suami nggak ikutan jalan kaki
sih, kami naik motor ngikutin barisan yang long march dari Lapangan Kotta Barat
sampai Gladak. Di tengah-tengah aksi, turun hujan deras. Kami bertiga berteduh
di teras gedung di sebelah utara Gladak. Alhamdulillah nggak kehujanan. Kami
bertiga baru pulang setelah hujan reda, tinggal gerimis kecil-kecil. Waktu
pulang, Aufa saya tutupi jas hujan. Jadi, tetep nggak kena hujan juga. Selama
perjalanan pulang, Aufa juga bobok.
Sabtu
(24 November) siang.
Saya
ajak Aufa bekam di daerah Banyuanyar Banjarsari, sekitar 45 menit perjalanan
naik sepeda motor. Saya berbekam setelah badan saya kerasa nggak enak,
pusing-pusing sejak beberapa hari sebelumnya. Pas udah mau nyampe rumah saat
pulangnya, hujan turun. Tapi alhamdulillah nggak sampai kehujanan juga. Pas
hujan turun deras, pas kami masuk pagar rumah.
Minggu
(25 November) siang.
Saya
ajak Aufa lagi pergi. Kali ini, saya dan suami ke Selogiri Wonogiri, perbatasan
antara Sukoharjo dan Wonogiri. Kami bersilaturahmi ke rumah ibu mertua kakak
ipar saya sekalian ngambil barang titipan dari ibu mertua saya. Perjalanan dari
rumah ke Selogiri ini selama 1 jam. Kami pulang dari Selogiri sekitar jam 1
siang. Aufa kelaparan, merengek-rengek. Dan saya nggak bawa makan siangnya. :-(
Jadilah buru-buru pulang biar Aufa bisa segera makan siang.
Senin
(26 November) dari pagi sampai siang.
Saya
ajak Aufa ke RS PKU Muhammadiyah Solo. Saya cek darah ke lab RS, karena saya pusing-pusing
dan demam hampir setiap hari selama satu minggu nggak sembuh-sembuh juga. Mana
demamnya selalu sore hingga malam hari, persis kayak orang sakit tipes. Dan
saya pernah diopname di RS karena sakit tipes. Saya dan suami curiga, tipes
saya kambuh. Setelah hasil lab keluar hari itu juga, alhamdulillah negatif
tipes. Hanya saja, HB saya drop.
Senin
(26 November) sore.
Telapak
kaki Aufa mulai kerasa agak hangat. Ini tanda-tanda Aufa kecapekan atau nggak
enak badan. Saya dan suami mengira Aufa kecapekan karena 4 hari berturut-turut
kami ajak keluar terus.
Selasa
(27 November) sampai Rabu (28 November).
Saya
masih izin nggak masuk kantor sejak hari Seninnya. Badan masing lemes loyo tak
bertenaga, kepala juga pusing. Jadilah saya dan suami bertigaan terus sama Aufa
sampai Rabu. Selasa dan Rabu, telapak kaki Aufa masih hangat. Tapi Aufa masih
tetep ceria seperti biasanya. Makannya pun juga nggak berubah, tetep banyaaaak.
:-D Saya dan suami masih mengira kalau Aufa masih kecapekan habis 4 hari pergi
terus itu.
Kamis
(29 November) siang.
Saya
udah masuk kerja. Aufa kembali berduaan dengan ayahnya di rumah. Kamis siang
sekitar jam 1, Aufa diajak ayahnya ngaji di mesjid deket perumahan. Kata
ayahnya, belum selesai ngajinya, Aufa udah rewel gara-gara ASI perahnya udah
habis, nggak bawa stok ke mesjid. Mana saat itu turun hujan dengan derasnya.
Dan sedihnya, ayahnya Aufa nggak bawa payung. :-( Akhirnya, di tengah hujan
yang masih turun, Aufa dan ayahnya dianterin pulang jalan kaki, krukupan jas
hujan milik orang yang nganter pulang. :-) Sampai rumah, Aufa mimik ASI perah,
trus bobok. Bangun tidur, Aufa rewel. Dikasih ASI perah, nggak mau. Pas saya
pulang kerja, seperti biasanya Aufa makan sambil saya gendong. Di gendongan,
Aufa berontak-berontak kayak nggak betah. Belum habis maemnya, saya turunin
Aufa di teras rumah. Di pahanya saya lihat merah-merah. Saya kira itu bekas
kena kain gendongan pas Aufa berontak-berontak tadi. Pas di teras itu, Aufa
rewel. Nggak mau maem lagi.
Kamis
(29 November) petang.
Sekitar
jam 17.30, Aufa merengek-rengek. Tangannya mengucek-ucek matanya. Tanda Aufa
udah ngantuk. Saya kelonin Aufa di kamar sambil nenen. Aufa merem. Tapi, jam
18.15, Aufa melek lagi dan rewel. Nangis-nangis. Saya neneni sambil duduk, dia
masih nangis. Saya neneni sambil saya berdiri, juga masih nangis. Saya gendong,
dia nangis. Saya ajak dia keluar kamar ke ruang tengah, dia ketawa setelah
lihat lampu ruang tengah. Ya sudah, saya taruh dia di kasur depan tivi. Saya
pergi mandi. Pas mau selesai mandi, Aufa merengek-rengek lagi. Saya pun
akhirnya Shalat Magrib di ruang tivi di dekatnya Aufa. Habis itu, Aufa masih
rewel. Digendong model apa aja, tetep rewel. Dineneni nggak mau lama, trus
nangis lagi. Sampai ayahnya pulang sekitar jam 10 malem kurang, Aufa masih
rewel. Dan bahkan malam Jum’at itu, kami begadang. Aufa cuma mau bobok hanya
dengan digendong aja, nggak mau ditaruh di kasur. Badan Aufa kerasa lebih
hangat lagi, tapi tidak sampai panas. Sayangnya, saya dan suami nggak ngecek
pakai termometer. Di setiap pojokan kamar tidurnya Aufa, saya taruh irisan
bawang merah biar virus-virus penyebab flunya kabur. Ubun-ubun dan telapak kaki
Aufa juga saya olesi bawang merah parut yang saya campur dengan minyak telon.
Katanya, itu mujarab untuk mengatasi gejala pilek batuk.
Jum’at
(30 November).
Saya
masuk kerja. Ini adalah tanggal dimana Aufa tepat berusia 10 bulan. Selama saya
kerja, kata ayahnya, Aufa rewel. Badannya juga hangat. Kami berdua mengira
kalau Aufa mau flu, mungkin ketularan anak tetangga sebelah yang sedang pilek.
Soalnya, Kamis sore, Aufa kena cium anak tetangga yang lagi pilek meler-meler
itu. Tapi sayangnya lagi, biarpun badan Aufa hangat-hangat aja dan nggak sampai
kerasa panas, suami juga nggak ngecek pakai termometer. Soalnya, suami masih
mengira Aufa hanya mau flu saja tadi. Jum’at siang menjelang Jum’atan, saya
gendong Aufa jalan-jalan ke tetangga. Di situ saya cerita soal kondisi Aufa.
Dua tetangga saya bilang, bisa jadi itu gabagen. Pas saya ajak jalan-jalan itu,
bentol-bentol dan merah-merah di kulitnya Aufa kelihatan.
Jum’at
(30 November) sore.
Aufa
masih maem sore seperti biasanya. Tetep saya gendong juga seperti biasanya.
Tapi, lagi-lagi belum habis maemnya, Aufa udah rewel. Saya yang siangnya udah
cari-cari info soal gabagen di internet, sore itu udah yakin kalau Aufa lagi
gabagen. Saat itu saya udah mengira, malemnya pasti Aufa rewel lagi kayak malam
sebelumnya. Soalnya, di beberapa blog yang saja baca soal gabagen itu, rewelnya
anak yang lagi gabagen emang nggak cuma semalam aja. Bahkan untuk sampai
betul-betul sembuh, bisa sampai 1 minggu.
Jum’at
(30 November) malam.
Dan
bener aja, malem Sabtu itu, saya dan suami begadang lagi. Aufa nggak mau bobok
tanpa digendong. Saya dan suami gantian menggendong dan memangku Aufa. Dan kami
berdua pun tidurnya juga sambil duduk memangku Aufa. Malam Sabtu itu, badan
Aufa kerasa panas, nggak cuma hangat aja. Pas mau dicek pakai termometer, Aufa
nggak bisa tenang. Dia gerak-gerak terus. Jadilah nggak terdeteksi berapa
derajatkah panasnya Aufa. Saya yang sebenernya nggak gampang memberi obat,
terutama pada anak, malam itu luluh. Saya kasih Aufa parasetamol drop 0,6 ml.
Sebelumnya, saya tempeli kening Aufa pakai bye bye fever. Sekitar 1 jam setelah
saya kasih parasetamol, panas Aufa kerasa turun. Aufa juga jadi lebih bisa
bobok lebih lama di pangkuan. Juga rewelnya nggak seribet sebelumnya. Malam
Sabtu itu, bentol-bentol dan merah-merah di badan Aufa terlihat lebih banyak
daripada Jum’at siangnya. Mungkin dia rewel karena badannya panas. Udah gitu
kulitnya gatel-gatel kemranyas kali ya gara-gara bentol-bentol dan merah-merah
itu? Jadinya dia super duper nggak nyaman sama sekali. Ngantuk, tapi nggak bisa
bobok.
Sabtu
(1 Desember) pagi.
Sabtu
pagi pas bangun tidur, bentol-bentol dan merah-merahnya Aufa udah berkurang.
Badannya Aufa juga nggak panas lagi, hanya hangat aja. Tapi, habis mandi pagi
sekitar jam 8 pagi, bentol-bentol dan merah-merahnya muncul lagi. Ini seluruh
tubuh. Mukanya penuh bentol dan merah-merah. Kaki, tangan, badan, leher,
semuanya. Aufa super rewel lagi. Mungkin dia mau nggaruk kulitnya yang gatel, tapi
nggak bisa. Juga nggak bisa bilang ke orang-orang di sekitarnya tentang apa
yang dia rasa. Jadinya dia cuma bisa nangis nggoer-nggoer.
Sabtu
(1 Desember) siang.
Merah-merah
dan bentol-bentolnya Aufa berangsur-angsur hilang meskipun nggak 100 persen.
Aufa udah bisa ceria. Dia udah mau main. Hebatnya Aufa, biarpun dia sakit
begitu, napsu makannya Aufa terbilang nggak berubah lho. Tetep banyak aja
selama dia sakit, gitu. Hihihi ….
Sabtu
(1 Desember) sore.
Mbah
Utinya Aufa dari Jogja dan Pakdhenya, dateng. Horeeee … senengnyaaa! Hehehe …
Mbah Uti kepikiran setelah Sabtu paginya saya telepon nanya obat buat gabagen
apa, soalnya Aufa gabagen. Jadilah Mbah Uti ke Kartasura nengok si cucu. Mbah
Uti bawa jamu gabagen yang mesti saya minum, biar jamunya ngalir ke Aufa lewat
ASI yang diminum Aufa. Trus juga bawa ramuan obat gabagen yang dioleskan ke
tubuh Aufa. Katanya, ramuan itu pakai daun cangkring, daun buat obat gabagen
dan juga cangkrangen. Kata Mbah Uti, orang-orang tua dulu begitu ngobati
anak-anak yang lagi gabagen atau cangkrangen. Sayangnya, daun cangkring itu
sekarang udah termasuk susah dicari, soalnya udah banyak yang dibabat habis sama
orang-orang. Daun cangkring itu bentuknya kayak daun bunga ceplok piring, tapi
lebih kaku. Agak besar, sebesar daun sirsak, tapi agak bulat dan bukan lonjong-lonjong.
Sabtu
(1 Desember) petang.
Habis
magrib, Aufa mulai rewel. Bentol-bentolnya Aufa muncul lagi. Di seluruh tubuh
lagi. Sama Mbah Uti, Aufa dipangku, dilucuti semua bajunya. Pospaknya juga
dicopot. Ramuan itu digosok-gosok di seluruh badan Aufa, termasuk muka. Selama
digosok-gosok, Aufa anteng. Dia malah merem-merem. Mungkin kayak lagi digaruki
kali ya? Jadinya enak. Trus juga, sebenernya Aufa juga udah ngantuk, tapi malah
gatel-gatel itu. Jadilah pas digosok-gosok, Aufa merem-merem. Habis digosok-gosok,
Aufa cuma dipakein kaos tipis tanpa kaos dalem. Biar nyaman dan isis, gitu kata
Mbah Uti. Pospaknya juga nggak pakai, cuma pakai celana aja. Soalnya, pantat
dan pahanya bentol-bentol juga. Kasihan kalau dipakein pospak. Habis
digosok-gosok, Aufa digendong Mbah Uti sampai bobok. Ayahnya jadi bisa lega,
bisa nonton bola AFF, Indonesia vs Malaysia sama Pakdhenya. Tapi, Indonesia
kalah. Hehehe … kasihan deh yang nonton, kecewa berat. Malam itu, Aufa bisa
bobok anteng sampai sekitar jam 12 malem. Jam 12, dia rewel lagi. Mungkin gatel
lagi. Sama Mbah Utinya dibadaki bedak Salicyl buat ngurangi gatel-gatelnya.
Tapi, Aufa tetep rewel. Sama Mbah Utinya, Aufa diajak ke jalan depan rumah.
Aufa baru bisa merem lagi sekitar jam 1 malem lebih. Saya yang udah teler berat,
nggak tahu kapan tepatnya Aufa bobok. Malah ayahnya yang sempet duduk memangku
Aufa sambil terkantuk-kantuk. Habis Aufa bobok dan mau ditaruh di kasur di
samping saya, Aufa sempet beberapa kali bangun merengek-rengek minta nenen.
Saya neneni, habis itu dia merem lagi. Tapi, jam 4 pagi, dia rewel lagi. Sama
Mbah Utinya digendong lagi keluar rumah sambil diusap-usap badannya biar
gatelnya berkurang. Soalnya, bentol-bentolnya muncul lagi. Sama Mbah Uti, Aufa
sampai diajak jalan ke gerbang perumahan. Jam 5 pagi kurang, Aufa ditaruh
kasur. Dia merengek-rengek. Saya neneni dia, alhamdulillah dia mau. Karena saya
lagi nggak shalat, jadilah saya nggak kemrungsung mesti shalat. Aufa bobok
nyenyak, baru bangun sekitar jam 6 lebih 15 menit.
Minggu
(2 Desember) pagi.
Minggu
pagi sekitar jam 8 pagi setelah Aufa mandi dan makan, bentol-bentolnya banyak
lagi. Aufa jadi rewel lagi. Dibedaki Salicy di seluruh tubuh sambil saputnya
ditekan agak keras biar dia seperti digaruki. Tapi, Aufa tetep rewel. Mungkin
gatel banget. Sekitar 40 menit kemudian, dia mulai tenang. Mungkin
gatel-gatelnya udah berkurang. Bentol-bentol di badannya pun juga berangsur
hilang meskipun lagi-lagi nggak 100 persen.
Minggu
(2 Desember) sore.
Sekitar
jam 5 sore habis Aufa makan, bentol-bentolnya Aufa muncul lagi. Rewel luar
biasa. Sore itu, ayahnya Aufa udah berangkat kerja. Sedangkan Pakdhenya Aufa
udah balik ke Jogja sekitar jam 9 pagi. Jadinya di rumah cuma ada saya dan Mbah
Utinya Aufa yang nenangin Aufa. Di tengah hujan yang turun deras, Mbah Uti
ngambil daun dlingo yang ditanam Mbah Uti di pot depan rumah. Sama Mbah Uti,
daunnya dilumat bareng daun cangkring yang dibawa dari desa sana. Juga bareng
dlingo dan bengle. Aufa dilucuti lagi bajunya. Ramuan itu digosok-gosok lagi di
tubuhnya Aufa, termasuk mukanya. Habis digosok-gosok, Aufa nenen sambil saya
usap-usap badannya. Setelah Aufa agak tenang, Aufa digendong Mbah Uti.
Sedangkan saya kemudian mandi. Habis saya mandi, ternyata Aufa udah bobok di
gendongan Mbah Uti.
Minggu
(2 Desember) malam.
Dari
gandongan Mbah Uti, Aufa saya pangku. Alhamdulillah dia tetep anteng. Setelah
sekitar 30 menit saya pangku, saya pindah Aufa ke kasur. alhamdulillah Aufa
juga tetep anteng. Sekitar jam 8 malem, saya susul Aufa tidur. Mbah Uti juga
tidur. Alhamdulillah bisa istirahat. Kata ayahnya, ayahnya Aufa pulang hampir
jam 10 malem, dan tidur jam 10 malem lebih. Syukur alhamdulillah juga bisa
istirahat. Sekitar jam 2 malem kurang, Aufa bangun. Dia merengek-rengek, tapi
nggak rewel. Saya neneni, dia mau meskipun nggak lama. Barulah jam 3 malem, dia
rewel. Saya gendong dia. Saya bedaki pakai bedak Salicyl. Mbah Uti dan ayahnya
Aufa ikut bangun. Setelah saya bedaki, dia digendong ayahnya. Karena dia masih
merengek-rengek, dia saya neneni. Tapi ternyata dia nggak mau lama-lama. Dia
malah lebih memilih main. Oooh … udah merasa baikan ternyata. Saya, Mbah Uti,
dan ayahnya terkantuk-kantuk tiduran bertiga di depan tivi sambil nungguin Aufa
main. Jam 4 kurang dikit pas terdengar adzan Subuh, rewel lagi Aufa. Saya
neneni dia, alhamdulillah mau dan dia anteng. Nggak lama kemudian, dia bobok.
Dia baru bangun sekitar jam 6 pagi.
Senin
(3 Desember) pagi.
Alhamdulillah
pagi ini pas saya berangkat kerja tadi, Aufa nggak bentol-bentol. Ayahnya Aufa
juga nggak SMS atau telepon ngasih tahu Aufa bentol-bentol lagi. Moga-moga
udahan merah-merah dan bentol-bentolnya.
Ya
Allah, sembuhkanlah anak hamba, Aufa. Engkaulah pemilik segala penyakit,
termasuk gabagen. Engkau pulalah Sang Penyembuh segala macam penyakit, termasuk
juga gabagen. Engkaulah pemilik segala macam obat penyakit. Dari-Mu lah
datangnya semua penyakit. Dan dari-Mu pulalah datangnya segala penyembuh
penyakit. Ya Allah, sungguh, gabagen ini sangat kecil bagi-Mu. Maka, hamba
mohon, sembuhkanlah Aufa dari gabagen. Jangan lagi muncul merah-merah dan
bentol-bentol di badannya yang membuatnya tak nyaman, ya Rabb. Sembuhkanlah
Aufa. Cabutlah dan angkatlah penyakit gabagen dan penyakit-penyakit lainnya
dari tubuh Aufa yang mungkin ada. Jagalah selalu Aufa dalam kesehatan dan
kebaikan, ya Allah. Kabulkanlah doa seorang ibu untuk anaknya ini, ya Rabb.
Aamiin ya rabbal’alamiiin ….
#Selama
Aufa gabagen, saya kasih ASI ke Aufa lebih sering daripada biasanya. Sampai
umur 10 bulan ini, Aufa no sufor. Jadilah, susu yang masuk ke tubuhnya hanya
ASI. Dan karena itu pula, saya kasih ASI ke Aufa lebih sering daripada biasanya
agar dia tidak dehidrasi. Jika anak panas, dikhawatirkan mengalami dehidrasi.
Alhamdulillah Aufa aman. Pipisnya tetep banyak. Pupnya pun juga lancar. Saya
kasih pula Aufa air kelapa hijau. Saya minumi Aufa pakai sendok. Alhamdulillah
Aufa mau. Kata orang-orang, air kelapa hijau bagus biar nggak dehidrasi pula.
Saya juga sempat membedaki Aufa pakai jagung muda mentah yang saya blender. Adonan
jagung muda mentah itu saya bedakkan di seluruh badan Aufa, termasuk muka, agar
dia merasa adem dan berkurang gatal-gatalnya. Kayak lagi maskeran malahan.
Hehehe ….
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus