Alhamdulillah … setelah sebulan nggak membaui tanah pegunungan, akhirnya bisa terlaksana juga. Sabtu akhir pekan kemarin, saya dan suami ke rumah mertua saya di Wonogiri. Tepatnya, di Kecamatan Jatipurno. Dari arah Wonogiri kota masih ke timur melalui jalan berbelok-belok dan naik turun. Tapi jalannya udah beraspal. Jadinya nggak payah meskipun jalannya belok-belok dan naik turun. Wong jalannya jalan provinsi yang juga dilalui bis-bis besar .
Yaaahhh … meskipun pas udah masuk desa, aspalnya mulai pada bolong-bolong. Nggak tau nih gimana Pemkabnya kok nggak melakukan perbaikan jalan. Padahal aspalnya udah mengelupas sejak setahun yang lalu. (Kapan, nih, Pak Pejabat, jalannya diperbaikin????)
Yaaahhh … meskipun pas udah masuk desa, aspalnya mulai pada bolong-bolong. Nggak tau nih gimana Pemkabnya kok nggak melakukan perbaikan jalan. Padahal aspalnya udah mengelupas sejak setahun yang lalu. (Kapan, nih, Pak Pejabat, jalannya diperbaikin????)
Kalau naik sepeda motor, kira-kira perlu waktu sekitar satu jam dari Wonogiri kota untuk sampai ke rumah mertua saya. Mungkin jaraknya sekitar 30 km. Kalau naik bis, bisa makan waktu 1,5 jam-an. Soalnya bisnya sering berhenti ngetem. Belum lagi jalannya juga nggak cepet. Rumah mertua saya nggak jauh dari perbatasan Kabupaten Wonogiri dengan Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Daerahnya udah masuk kaki Gunung Lawu di sisi selatan. Termasuk daerah pelosok, ndeso. Hihihi … ^_^
Nggak kayak seminggu sebelumnya waktu mau ke rumah orang tua saya di Jogja yang berangkatnya kesiangan, alhamdulillah ini nggak kesiangan. Cuman agak kesiangan, hehehe … (Sama aja ^_^) Kami berangkat jam 8.30 pagi pas sinar matahari mulai terik. Alhamdulillah lagi … soalnya nggak hujan. Kan repot kalau perjalanan jauh naik sepeda motor pas lagi hujan. Mesti pakai jas hujan dan nggak bisa cepet motorannya.
Perjalanan bakal butuh waktu 2 jam-an. Dan karena nggak ada yang kami kejar, jadinya kami santai aja. Kalau capek motoran, berhenti dulu di pinggir jalan sambil menikmati pemandangan pegunungan. Atau tukeran tempat, saya yang nyetir di depan dan suami saya boncengin di belakang. Hehehe … dulu pas awal kami menikah dan saya ngotot minta nyetir di depan, suami saya malu. Suami saya bilang, “Masak laki-laki diboncengin perempuan? Ntar kalau pas berhenti di lampu merah, trus dilihatin orang-orang, kan malu.” Saya bilang aja, “Kan pakai penutup muka, helmnya juga ada kacanya. Kalau malu ya tinggal merem aja, trus kaca helmnya diturunin. Kan nggak lihat kalau ada orang yang ngelihatin kita.” Hehehe …
Setelah kejadian pertama itu, untuk selanjutnya suami saya mulai luluh. Kalau saya minta didepan, suami saya nggak protes lagi. Lha habisnya gimana, masak kalau perjalanan jauh, saya mbonceng terus? Padahal perjalanan ke rumah orang tua saya butuh waktu paling tidak 2,5 jam. Sedangkan ke rumah mertua saya butuh waktu 2 jam. Capeeeeeekkk diboncengin terus.
Sekarang, kalau berhenti di pinggir jalan buat gantian posisi, suami saya nggak malu lagi. Masa bodo dilihatin orang. (Soalnya kalau gantian posisi, emang biasanya kami dilihatin. Mungkin dalam hati bilang, kok laki-laki diboncengin perempuan. Hehehe …) Yang penting suami nggak capek nyetir, saya juga nggak capek ngebonceng.
Dan jadilah, perjalanan 2 jam ke rumah mertua sampai dengan selamat. Nggak capek duduk miring berada di jok belakang. Yang nyetir juga nggak capek di jok depan. Hmm ... enaknya bisa gantian. ^_^ Tapi, sebelum sampai rumah, kita beli es krim dan sate dulu buat ponakan-ponakan di rumah, yuk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar