Rasanya menyenangkan bisa bernapas lega, jauh dari debu dan polusi. Bisa menghirup udara segar. Rasanya bisa bikin napas plooooongg karena saking leganya. Apalagi menghirup udara bersihnya di pedesaan yang ada di daerah pegunungan. Hmmmhhh … komplit, deh segernya. Udaranya masih bersih karena ada di pedesaan yang jauh dari jalan raya. Secara otomatis, tingkat polusi yang dihasilkan asap kendaraan bermotor, kecil. Ditambah lagi karena berada di daerah pegunungan, udaranya suejuuukkkk. Segeeeerrr banget. Hihihi …
Untuk mendapatkan suasana seperti ini, untuk saya dan suami, nggak begitu sulit sebenernya. Meluangkan waktu barang sehari atau dua hari buat pulang ke rumah mertua saya di Wonogiri, dapet, deh! Tapi, sayangnya kami biasanya baru bisa ke sana setiap sebulan sekali dikarenakan kerjaan kami berdua nggak bisa ditinggalin. :-(
Meskipun sebenernya di belakang rumah saya terhampar sawah. Jadinya bisa setiap hari dan setiap saat menghirup udara segar. Tapi, udara di tempat tinggal saya di Kartasura, gerah. Udaranya sih masih lumayan bersih. Karena tempat tinggal saya ada di daerah pinggiran, jadi masih lumayan jauh dari kota dengan segala kebisingan dan polusinya. Tapi, gerahnya itu yang bikin nggak kukuuu. Udara segarnya kerasa enak kalau pagi dan sore hari. Nah, kalau udah masuk jam 11 siang sampai jam 3 sore, hadeeeewww … gerah! Toloooonggg … berilah kami AC. Wkwkwk … :-D
Seperti yang saya ceritakan pada tulisan sebelumnya, rumah mertua saya ada di daerah pegunungan. Tepatnya, di sisi selatan lereng Gunung Lawu. Dari Wonogiri kota, terus aja ke timur laut mengambil arah Purwantoro dan Ponorogo. Melalui jalanan berkelok-kelok dan naik turun, tapi asyik. Soalnya di kanan dan kiri banyak pemandangan sawah dan perbukitan. Kalau dikira-kira, mungkin jaraknya sekitar 30 km dari Wonogiri kota dengan waktu tempuh sekitar satu jam.
Karena rumah mertua saya berada di daerah pegunungan, maka otomatis lahan-lahan pertanian di sana pun juga berada di pegunungan. Hmmmhhh … suasananya kayak di Ubud Bali. Suasana khas pedesaan di Ubud kan sawah-sawah terasiring yang membentang berundak-undak di lereng bukit. Kalau padinya masih menghijau, wooww … kayak permadani di lereng gunung. Daaann … suasana pedesaan seperti di Ubud Bali itu ada di Jatipurno Wonogiri. Ehm … Ubud ada di Wonogiri, dong? Yups! ^_^
Dulu pas pertama kali saya ke rumah calon mertua (waktu itu), saya terpesona dengan sawah-sawah yang berundak-undak di daerah sana. Soalnya selama ini saya nggak pernah lihat sawah di Jawa ini yang kayak gitu, berundak-undak. Pas saya nikah dan ada resepsi boyongan di rumah suami saya, temen-temen saya dan suami yang pada dateng ke sana juga pada terpesona. Mereka pada nyempatin turun dari mobil buat foto-foto dengan background sawah terasiring. Ckckckck … ^_^
Persawahan di tanah kelahiran suami saya emang bagus. (sombong, nih yeee??) Kalau pagi hari, udaranya suejuuuukkk banget. Karena suami saya udah lama tinggal di Solo, sampai-sampai suami saya mesti pakai jaket. Sementara saya? Udah pasti juga pake jaket. ^_^ Kalau udah menjelang siang, hmmm … kabutnya mulai turun. Pas kita di atas bukit dan ngelihat ke bawah, indahnyaaa. Kita jadi kayak di atas awan. Kalau kabutnya ada di bukit sebelah yang lumayan jauh dari tempat kita berpijak, waahhh … bagus banget. Sawah terasiringnya kelihatan cantiiiiik banget! Ada perpaduan warna-warna yang kontras. Hijau, kuning, abu-abu, putih, dan juga biru. Sayang, saya nggak punya kamera canggih. Kalau punya, tentu saya demen banget di sana terus, bisa jeprat-jepret.
Dan karena nggak ada kamera canggih, ya udah lah … kamera saku pun jadi. Meskipun nggak bisa menjangkau pemandangan indah pada jarak yang jauh. Bisanya cuma motret pemandangan jarak yang nggak terlalu jauh. Itu pun hasilnya nggak bagus, ditambah lagi teknik motretnya juga belum bisa. Hehehe …
Hmmm … kalau ada Ubud di Wonogiri, trus kapan, ya kira-kira Wonogiri dibuat lokasi syuting film Hollywood? Kayak di Ubud gitu, tuh, yang dibuat syuting film Eat, Pray, and Love, yang dibintangi sama Julia Roberts. Hehehe …. Ato kalau nggak, dibuat syuting film nasional , deh. (Hihihihi … maksa!) Kan suasana pegunungan dengan sawah-sawah terasiringnya sama bagusnya dengan di Ubud.
Sejak pertama kali ke rumah mertua, persepsi saya tentang Wonogiri yang gersang dan nggak ada air, pupus. (Deuuuuhhh …! Mentang-mentang mau dapet orang sana. Kikikikik …) Ternyata, nggak semua daerah di Wonogiri itu tandus dan kering. Kalau kata suami saya, daerah yang biasanya kering itu ada di Wonogiri bagian selatan dan tenggara. Sementara, daerah tempat kelahiran suami saya berada di sisi timur agak utara. Pegunungannya bukan pegunungan kapur yang bersifat kering. Tapi, ini udah masuk lereng Gunung Lawu. Jadinya subur.
Setiap tahun, para petani bisa panen padi paling tidak tiga kali dengan hasil yang memuaskan. Soal air, jangan ditanya. Melimpah ruah! Setiap hari mau mandi 10 kali pun juga bisa. Airnya suejuuukkk. Seger, deh! Bahkan, kadang-kadang mandi pada tengah hari pun mesti ditambahi air hangat biar badan nggak menggigil. (Kalau ini sih, saya. Hihihihi … ^_^)
So, kapan, nih, kita syuting bareng di sana? Hihihihi … ^_^
http://bissaaaa.blogspot.com/ asli dari jatipurno..
BalasHapusSalam Jatipurno Mas Doni :-)
Hapusaku kedungrejo bosss
BalasHapushttp://pertamax7.wordpress.com/
Kedungrejo itu tepatnya mana ya Mas Luthfie? Hihi...saya belum tahu. :-)
Hapus