Kamis, 19 Mei 2011

Rumah Tangga Mandiri, Impianku yang Terwujud

Seseorang yang sudah menikah, mau tidak mau akan memiliki tanggung jawab besar terhadap rumah tangganya. Entah itu suami atau istri, keduanya sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap rumah tangganya. Setelah menikah, pasangan suami istri telah berubah pula menjadi sebuah keluarga baru, diakui di masyarakat sebagai entitas keluarga baru yang terpisah dari orang tuanya.

Bagi pasangan keluarga baru, ada pilihan-pilihan bagaimana mulai membina keluarga barunya itu. Bisa dengan tetap tinggal di rumah orang tua atau mertua karena belum memiliki rumah sendiri, tinggal di rumah orang tua atau mertua karena orang tua yang belum siap atau bahkan tidak mau ditinggal oleh anaknya, tinggal di rumah kontrakan, atau juga tinggal di rumah yang telah dimiliki sendiri. Pasangan keluarga baru bisa memilih salah satu di antara pilihan-pilihan tersebut dengan berbagai pertimbangan menyesuaikan kebutuhan maupun kondisi.

Sebelum saya menikah, saya dan calon suami waktu itu, berencana mengontrak rumah. Maklum, saya berasal dari Kulonprogo Yogyakarta yang berjarak 2,5 jam perjalanan dari Solo, tempat saya dan calon suami saya bekerja dan beraktivitas. Demikian pula suami saya yang asalnya dari Wonogiri yang hampir berbatasan dengan Ponorogo, berjarak 2 jam perjalanan dari Solo. Dengan kondisi itu, tentu mau tak mau kami akan hidup mandiri setelah kami menikah. Tak mungkin kami akan nebeng tinggal di rumah orang tua saya atau mertua saya yang jarak dari Solo sangat jauh.

Kami memutuskan mengontrak rumah karena kami belum memiliki cukup tabungan untuk bisa membeli rumah sendiri. Tapi, inilah skenario Allah. Manusia hanya bisa berencana, dan Allah-lah yang menentukan. Sekitar dua bulan sebelum ijab kabul, secara mengejutkan ternyata Allah memberi rezeki, memudahkan calon suami saya untuk bisa mengajukan kredit pembelian rumah. Sungguh tidak diduga-duga dan meleset dari rencana semula yang ingin mengontrak rumah untuk sementara waktu sampai tabungan kami cukup untuk membeli rumah. Dan jadilah, setelah saya dan suami menikah, kami menempati rumah baru. Dengan rezeki yang ada, kami mulai membeli perabot rumah tangga untuk mengisi rumah yang masih kosong.

Satelah menempati rumah ini, saya jadi teringat dengan ibu saya. Sejak saya mulai remaja, ibu sering mengatakan, ”Nanti kalau kamu sudah menikah, jangan ikut ibu bapakmu atau ikut ibu bapak mertuamu. Tinggallah di rumahmu sendiri, meskipun itu ngontrak di gubug reyot. Kalau kamu tinggal di rumah sendiri, kamu dan suamimu akan tahu bagaimana sebenarnya rasanya pernikahan, suka dukanya akan kalian rasakan sepenuhnya. Sebagai orang tua, aku akan bangga kalau anak-anakku bisa hidup mandiri, nggak nyusu pada orang tua.” Karena sering dinasihatkan oleh ibu saya, itu jadi meresap ke dalam hati saya, sampai alam bawah sadar saya, bahwa kelak ketika sudah menikah, saya harus hidup mandiri.

Dan ternyata, hal itu juga diimpi-impikan oleh suami saya. Sejak kuliah dan melihat banyak teman-teman kuliahnya atau kakak tingkatnya menikah dan kemudian mengontrak rumah, suami saya bertekad harus punya rumah sendiri. Entah bagaimana caranya, ketika sudah ijab qabul sudah punya rumah sendiri. Suami saya merasa kasihan melihat para istri (terutama yang sedang hamil) harus pindah-pindah rumah mengikuti suami-suami mereka. Suami saya tak mau saya juga harus mengalami pindah-pindah rumah kontrakan seperti yang sering dia lihat.

Impian suami saya itu nyaris saja kandas saat sepertinya kami terpaksa harus mengontrak rumah untuk sementara waktu. Sampai akhirnya, sebuah keajaiban dari Allah datang sehingga sebelum ijab qabul, suami sudah bisa membeli rumah meskipun kredit. Hehehe ....

Akhirnya saya merenungi, benar ... kenyataan yang terjadi hari ini bermula dari sebuah mimpi. Mimpi saya dan doa-doa dari ibu saya sejak saya beranjak remaja bahwa ketika saya menikah, saya harus hidup mandiri, tinggal di rumah sendiri yang kata ibu saya meskipun rumah sendiri itu ngontrak di gubug reyot. Alhamdulillah tak sampai sengenes kata-kata ibu saya, Allah memberi kami lebih. Meskipun rumah kami kecil berukuran 4 L alias Lo Lagi Lo Lagi (karena saking kecilnya rumah kami), tapi nggak ngenes seperti gubug reyot yang setiap kali hujan, para penghuninya kehujanan. Juga mimpi suami saya dan bapak ibu mertua saya sejak jauh-jauh hari sebelum suami saya menikahi saya. Semoga mimpi-mimpi kami yang lain, satu per satu akan segera terwujud. Amin ya rabbal’alamin ....

6 komentar:

  1. sama mba aku juga kepingin mandiri, tapi suami maunya numpang sama ibunya...alhasil keinginanku masih menjadi mimpi...mudah2an saya juga bisa mandiri...

    BalasHapus
  2. @Mbak Ria Setia : Aamiin...semoga nggak lama lagi mimpi-mimpi Mbak Ria bisa terwujud ya Mbak? Hidup mandiri itu rasanya seru, Mbak. Apa-apa dipikirin berdua, nggak melibatkan orang selain suami istri (meskipun itu mertua atau orang tua kita sendiri). Pengalaman saya, suami dan istri jadi kompak banget. Kadang masih ada juga ngambeg-ngambeg kecil gitu, tapi itu katanya wajar ya? Namanya juga 2 manusia yang berbeda dan dibesarkan dalam kondisi yang juga berbeda. Beda pemikiran juga. Hehehe... :-)

    BalasHapus
  3. Saya tidak akan pernah benar-benar terlatih menjadi suami kalau saya memilih tinggal di rumah yang di siapkan oleh bapak mertua saya, atau tinggal dengan orang tua saya. Saya dan istri tidak akan pernah benar-benar mampu menjadi orang tua jika anak kami lebih banyak “di asuh mertua, saudara atau tetangga”, hanya dengan alasan takut atau tidak tahu. Dari awal menikah sampai sekarang kami masih.... https://www.itsme.id/istriku-kau-harus-berani-mandiri/

    BalasHapus
  4. Saya memilih mengajak isti tinggal dengan ibu saya karena bapak say telah meninggal dan ingin menjaga ibu say, disamping itu saya hrs meneruskan usaha orang tua agar ibu saya bisa istirahat. Namun makin kesini koq saya selalu saja salah di mata ibu, apapun yang saya lakukan selalu salah dan tdk pernah dihargai, jadi berpikir utk pindah ngontrak rumah sendiri tapi koq kasihan nanti yg ngurus ibu siapa, tapi kalau tdk pindah koq setiap hari perasaan saya tdk pernah tentram. Apa yg mesti saya lakukan?

    BalasHapus