Minggu, 01 April 2012

Cerita Persalinan Pertamaku (Part 2)

Manusia hanya bisa berencana, sedangkan Allahlah yang memutuskan. Begitulah kata-kata yang sering kita dengar. Dan memang begitulah hakikatnya bukan? Bahwa kita memang tidak bisa tahu apa yang nanti bakal terjadi dengan semua yang telah kita rencanakan. Karena memang, masa depan kita ada misteri yang tidak bisa disingkap. Karena hanya Tuhanlah yang tahu seperti apa kiranya masa depan kita.
Sekuat apapun keinginan saya untuk bisa melahirkan secara normal, ternyata Allah berkehendak lain. Mungkin memang nasib atau takdir saya tidak melahirkan anak pertama saya secara normal. Setelah dilakukan berbagai pemeriksaan di ruang bersalin sejak jam 7 pagi hingga jam 11 siang, dokter melihat tidak ada perkembangan dengan proses persalinan saya. Saya tetap belum merasakan kontraksi sungguhan. Yang saya alami masih kontraksi-kontraksi palsu. Yang kedua, posisi kepala janin saya tetap belum berubah, kepalanya belum masuk penuh ke panggul. Yang ketiga, saat dilakukan pemeriksaan denyut jantung janin, saat saya mengalami kontraksi palsu, denyut janin saya melemah.
Dokter mengatakan bahwa sebenarnya saya masih punya kesempatan untuk melahirkan normal jika dalam 24 jam setelah jam 11 siang itu janin saya mengalami perubahan posisi atau saya mengalami kontraksi sungguhan. Tapi, itu semua gambling. Karena setiap kali saya merasakan kontraksi palsu, denyut jantung janin saya melemah. Jika saya akhirnya bisa melahirkan normal, denyut jantung janin sangat besar kemungkinan akan tambah melemah. Karena hanya kontraksi palsu yang rasa nyerinya belum apa-apa dibandingkan dengan kontraksi sungguhan saja, denyut jantung janin saya melemah. Apalagi jika kontraksi sungguhan.
Tak mau mengambil risiko, saya dan suami akhirnya sepakat untuk pasrah caesar hari itu juga. Toh jika menunggu 24 jam lagi dan bayinya tetap belum berubah posisi, saya juga tetap caesar. Dan jika saya melahirkan normal, ada risiko lain yang mesti kami hadapi. Sulit sulit sulit … tapi mungkin memang belum saatnya bagi saya untuk bisa melahirkan secara normal.
Meskipun pagi saat saya masuk RS belum tahu apakah nanti akan melahirkan normal ataulah caesar, tapi sejak masuk ruang bersalin dan menjalani berbagai pemeriksaan, dokter sudah mengintruksikan agar saya menjalani puasa dan persiapan-persiapan operasi. Dan begitu jarum jam menunjukkan pukul 11 siang, sementara tidak ada perkembangan berarti dengan proses persalinan saya, akhirnya saya benar-benar disiapkan untuk menjalani operasi.
Saya makin dag dig dug. Semuanya campur-campur. Takut dioperasi lagi. Meskipun ini adalah operasi kelima selama hidup saya, tapi tetap saja saya masih betul-betul takut jika memasuki ruang bedah. Selain takut dioperasi, saya juga khawatir dengan kondisi janin saya bagaimana. Tapi juga senang karena sebentar lagi insya Allah akan bertemu buah hati. Saya pasrah, berdoa dan berdzikir banyak-banyak. Hanya itu yang bisa saya lakukan. Alhamdulillah, suami saya tidak setegang dan sepanik seperti ketika dulu saya menjalani operasi pengangkatan endometriosis dan ovarium kanan saya. Kini, suami saya lebih bisa tenang. Mungkin karena dia sudah berpengalaman menghadapi kondisi istrinya yang harus menjalani bedah.
Di dalam ruang tunggu operasi, saya banyak-banyak berdoa dan berdzikir. Saya agak merasa rileks saat tahu bahwa di ruang tunggu itu, ada beberapa ibu-ibu yang juga akan menjalani caesar. Karena ternyata, hari itu ada 8 ibu-ibu yang melahirkan dan kesemuanya caesar. Saya mendapat antrean kelima. Tenaaaangg … bukan saya aja yang menjalani caesar, begitu pikir saya. Satu per satu, ibu-ibu yang juga berbaring di ranjang itu didorong masuk ke dalam ruang bedah. Saya menunggu giliran saya dengan perasaan campur aduk. Sekitar pukul 12.05, akhirnya giliran saya tiba. Ya Rabb … kuatkanlah aku. Selamatkanlah aku dan bayiku.
Subhanallah wal hamdulillah … saya bahagia bukan kepalang saat dokter berkata, “Alhamdulillah. Perempuan, Bu” saat bayi saya itu diangkat dari rahim saya. Pukul 12.24, bayi kecil saya lahir. Beratnya 3 kg dan panjangnya 49 cm. Saat diangkat dari rahim, tangisnya keras. Tapi tidak heroik. Saat bayi saya dibawa keluar ruang bedah sesaat dikeluarkan dari rahim, saya meliriknya. Oh … mungil sekali. Kulitnya merah, rambutnya panjang. Beberapa saat kemudian seusai ditimbang dan dan diukur panjang badannya, dia dibawa ke tempat saya masih terbaring di meja operasi. Ooooh … lucunya. Bibir mungilnya basah saat disentuhkan ke bibir saya. Dia masih menangis. Matanya menatap ke arah saya, meskipun saya tahu bahwa dia belum bisa melihat dengan jelas. Ajaibnya … begitu dia ditengkurapkan di atas dada saya untuk inisiasi menyusu dini, tangisnya berhenti. Dia bergerak-gerak. Subhanallah … inikah anugrah dari-Mu ya Allah? Sungguh menakjubkan. Terima kasih ya Allah … Sungguh ini adalah anugrah terindah yang Kau berikan kepada kami berdua.

1 komentar:

  1. Mba..umur janinku 33week tp posisinya sungsang dan beratnya cuma 1699 gr..ga naik sejak 32week.. berat bdn sy turun 1 kg,,memang kmrn saat muntah2 krna ntah knp tdk kuat mkn masakan yg bersantan dan berkunyit,lalu sy terserang flu...berat bayi sy dlm perut jd tdk naik...dan synya turun berat bdn...sy tkt bgt...kk sy srg menakuti sy bhwa cesar itu mengerikan dan menyakitkan...sy gakan sanggup merawat bayi sy krna sy sndr kesakitan...apa cesar sebegitu menyakitkan mba? Jujur sy stres..sy sudah nungging,tp memang tdk rajin..krna kyakinan sy kurang..dan mslh makanan,sy orgnya jarang makan dan ngemil jd saat hamilpun mkn normal 3x shari...apa eskrim bnr bs nmbh brat bdn bayi mba? Sy mau cb tp skrg sy msh flu...jd bingung..

    BalasHapus