Kamis, 12 April 2012

Suamiku Babysitter Bayiku


Merawat bayi memang benar-benar menakjubkan. Terlebih jika bayi itu kita rawat sendiri, dalam arti tidak melibatkan orang tua kita. Juga tidak melibatkan babysitter, pembantu, atau apapun itu namanya. Rasanya, hmmm … seruuuu! Dan selama 2,5 bulan memiliki bayi ini, saya dan suami betul-betul merasakan bagaimana serunya merawat bayi berdua. 

Memang, kadang-kadang ketika embahnya datang, ada yang ikut membantu mengurus bayi. Tapi, yang namanya cuma datang berkunjung menengok anak, terutama cucu, kedatangan embah ke rumah juga hanya beberapa hari. Biasanya 2 hingga 5  hari saja. Selebihnya hanya ada saya dan suami yang mengurus bayi kami.
Karena kami memutuskan untuk mengurus berdua bayi kami, kami harus pintar-pintar mengatur waktu. Setelah cuti saya habis ketika bayi saya belum genap berusia 2 bulan, itu berarti saya sendiri sebagai ibu, harus pintar-pintar membagi waktu antara bekerja di luar rumah dan mengurus anak serta suami di rumah. Sementara, suami saya juga harus bekerja setiap hari seperti biasanya. Dengan kesibukan kami berdua itu, harus ada cara agar anak kami tidak terlantar. Syukur alhamdulillah, jam kerja suami saya berbeda dengan saya. Saya bekerja dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore, sementara suami bekerja dari jam 4.30 sore hingga sekitar jam 10 malam. Dengan begitu, kami bisa berbagi shift. Hmm … Allah betul-betul Maha Pengasih, ya? Allah tahu bahwa kami berdua ingin merawat sendiri bayi kami sehingga Dia membedakan jam kerja kami berdua agar bisa berbagi shift.
Alhamdulillah lagi, jarak antara rumah dengan kantor saya tidak begitu jauh. Paling-paling bisa ditempuh dengan sepeda motor selama 15 menit. Jadilah, setiap istirahat siang, saya bisa pulang untuk menyusui. Tak hanya pulang menyusui, saya juga mengantarkan ASI perahan yang saya perah di kantor. Setelah itu, saya kembali lagi ke kantor, dan baru pulang lagi jam 4 sore.
Sebetulnya, saya kasihan dengan suami. Saya tahu betul bagaimana capeknya mengurus bayi seorang diri. Apalagi saat bayinya rewel, aduuuuh … ribet dan capeknya. Tak hanya itu, mata juga ngantuk karena waktu tidur, sangat jauh berkurang. Hati saya trenyuh saat pulang ke rumah pada siang hari, dia duduk tertidur memangku bayi kami yang juga tidur. Deg ... pilu hati saya. Saya perhatikan wajahnya, lamaaaaa. Oh, suamiku. Capek, ya? Ah, rasanya saya tak perlu bertanya begitu. Pasti capek jawabannya. Sebagai seorang laki-laki, mengurus bayi seorang diri, tentu ribet. Jika yang mengurus bayi adalah perempuan, itu adalah hal biasa. Ada naluri keibuan di sana yang bisa segera tahu apa yang harus dilakukan terhadap bayi. Tapi bagi laki-laki, tak banyak yang mau dan bisa melakukannya. Dan suami saya, mau dan bisa melakukannya.
Saya bersyukur memiliki suami yang bisa menyelesaikan banyak pekerjaan, baik urusan domestik maupun urusan luar rumah. Siapa yang tak senang punya suami yang bisa mencuci baju (termasuk baju dan perlengkapan bayi), menyeterika baju, menyapu lantai, mengepel, menanak nasi, memasak sayur meskipun dengan bumbu-bumbu sederhana, goreng-menggoreng. Juga bisa mengurus bayi. Tak canggung menggendong bayi, membersihkan kotoran pada bayi, memandikan bayi, memakaikan baju pada bayi, menyusui bayi pakai dot (aduuuuh … sebenernya saya tak ingin memberi dot pada bayi saya), meninabobokan bayi, juga termasuk menenangkan bayi saat rewel. Sementara di luar rumah, suami juga tetap giat bekerja mencari nafkah. Siapa yang tak senang kalau begini? :-D
Saat bayi kami lahir, suami saya sudah berani menggendongnya. Tepatnya saat bayi kami berusia 2 hari, dia mulai berani menggendong. Saat bayi kami berusia 1,5 bulan, dia juga sudah mulai berani memandikannya. Alhamdulillah … betapa bersyukurnya saya memiliki partner hidup seperti dia. Sehingga kami berdua bisa saling mengisi dan berbagi, juga bergantian mengurus bayi. Saat saya pulang kerja misalnya, bayi kami sudah berdandan cantik, menunggu saya di depan rumah bersama ayahnya. Siapa lagi yang memandikan dan mendandaninya kalau bukan suami saya? Seorang diri lagi.
Dan saya tahu, dia amat sangat lelah. Energinya banyak terkuras. Itu bisa saya lihat dari wajahnya yang tampak begitu lelah. Ya Allah … ampunilah segala dosa dan kesalahan suami hamba. Jagalah ia terus dalam kesehatan dan kebaikan. Lipatkanlah pahala untuknya, mudahkanlah dia dalam menyelesaikan segala urusannya. Sungguh, Engkaulah yang memberinya kekuatan dan kemampuan. Aamiin …
Maafkan aku, Suamiku sayang … Seharusnya aku yang selalu berada di rumah, baik siang maupun malam hari, bukan dirimu. Seharusnya bayi kita ada selalu padaku, bukan ‘dilempar-lempar’ antara aku dan dirimu. Maafkan aku, Sayang …
I Love You, Darling … ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar