Memang
benar ya, apa yang dirasakan oleh ibu, akan juga dirasakan oleh anak. Demikian
pula sebaliknya. Sejak saya berstatus sebagai ibu, ini adalah kali pertama saya
benar-benar stres dan kemrungsung sehingga membuat bayi saya (mungkin)
merasakan apa yang saya rasakan. Bayi saya ngambek, rewel tak terkira, nangis
yang nggak mau diapa-apain kecuali hanya nangis dan nangis. Sampai membuat
suami saya dan ibu mertua yang kebetulan sedang ada di rumah, kebingungan harus
berbuat apa.
Ceritanya,
siang hari saat istirahat kantor, saya yang biasanya selalu pulang untuk
mengantar ASI perah dan juga sekaligus menyusui bayi saya, kali ini tidak
pulang. Sejak pagi, saya sudah bilang sama suami kalau pas istirahat siang,
saya nggak pulang. Saya punya rencana mengambil breast pump yang saya beli ke
rumah seorang teman di daerah Pasar Kliwon. Daripada saya mengambilnya pas sore
hari habis kerja, nanti saya bakal hampir kemalaman baru sampai rumah. Kasihan
bayi saya dan juga ibu mertua yang mesti sendirian mengurus bayi saya.
Sebenernya, suami pada awalnya menyarankan agar ambil breast pumpnya hari Sabtu
aja pas saya libur kerja. Biar santai, gitu. Tapi, karena dengan alasan biar
saya bisa segera memerah ASI memakai pompa, saya ngeyel minta izin mengambilnya
sekarang juga. Huks … maafkan istrimu ini, suamiku sayang …. :-(
Stres
saya ini sebenernya dimulai sejak menjelang siang. Tapi, tingkat stresnya
keciiiil banget. Penyebabnya, ruangan yang biasanya saya gunakan untuk memerah
ASI saat di kantor, dipakai untuk rapat hingga adzan Dhuhur terdengar. Bahkan
rencananya, rapat masih akan dilanjutkan lagi setelah istirahat siang.
Haduuuuuhhh … gimana ini? Padahal saya harus memerah ASI. Nanti kalau pulang dan
bayi saya enggak mau lepas dari saya, saya bakalan nggak merah ASI. Padahal
saya sedang mendisiplinkan diri untuk rajin memerah agar hasil perahan saya
semakin banyak. Sedang menyetok ASI perah untuk bulan puasa nanti ceritanya.
Sempat
terpikir untuk memerah ASInya nanti sepulang dari Pasar Kliwon. Entah bakal di
mana nanti memerahnya. Tapi, saya juga mesti makan siang pula. Sementara
waktunya terbatas. Duh duh duh … gimana iniii? Setelah dipikir-pikir, ah … ya
sudahlah. Yang penting breast pumpnya diambil dulu. Perkara mau merah dan makan
siang, itu dipikirkan sambil jalan.
Ternyata
oh ternyata … betapa lemot bin o’onnya saya. Sesampainya di depan Beteng Plaza,
saya baru ingat kalau saya belum mencatat nomer telepon teman saya itu. Saya
baru mencatat alamatnya, itu pun alamatnya nggak lengkap. Sejak awal, teman
saya itu sudah bilang kalau nanti sesampainya di tempat yang diancer-ancerkan,
saya diminta SMS. Stres tingkat tinggi dimulai nih. Dan benar, setelah melewati
kemacetan jalan, saya sampai di tempat yang diancer-ancerkan. Bingung nih saya
mesti ke mana. Saya tambah stres.
Akhirnya,
ya sudah deh nyari warnet saja buat buka pesan di facebook saya dimana di sana
ada nomer telepon teman saya itu. Tapiiii … mungkin inilah buah keteledoran
saya, saya nggak juga menemukan warnet. Sementara siang itu, matahari bersinar
garang. Sangat terik membakar kulit. Dan macetnya, ya Allah … parah! Di
mana-mana macet. Tambaaaaah streslah saya. Mana waktu terus berputar dan saya
mesti balik ke kantor. Mesti memerah ASI dan mesti makan siang, karena saya
sedang benar-benar kelaparan. Setelah
muter-muter, saya baru menemukan warnet di daerah Pasar Kembang. Huuufft … jauhnyaaaaaaa.
Stres nyaris sampai ubun-ubun.
Setelah
mendapatkan nomer telepon, saya harus balik lagi ke Pasar Kliwon di bawah
sengatan sinar matahari dan melewati jalan-jalan yang penuh macet. Sesampainya
di tempat yang diancer-ancerkan tadi, saya SMS dan juga telepon. Tapi nggak
dijawab, mungkin sedang sibuk. Makluuum … namanya kan juga emak-emak kayak
saya, harus wira-wiri ngurus rumah dan ngurus anak. Nyut-nyut-nyut … stres sampai
ubun-ubun. Saya telepon suami. Maksud hati pengin numpahin uneg-uneg saya. Setelah
saya tumpahkan semua, suami bilang kalau Aufa rewel sejak habis dhuhur. Dan
suami jadi menemukan kira-kira penyebab kenapa Aufa rewel. Itu karena saya stres,
kemrungsung, dan kelaparan.
Suami
minta agar saya segera mencari warung makan. Setelah makan, baru diputuskan
apakah mau menunggu balasan pesan dari teman saya itu atau balik ke kantor. Oke
… saya pun mencari warung soto dan makan di sana. Saat sedang makan, pesan dari
teman saya itu masuk ke ponsel saya. Legaaaa rasanya. Berarti, habis makan,
saya ke rumahnya. Tapi, saat itu sudah jam 1 siang lebih. Daripada tetep
kemrungsung, saya putuskan untuk izin setengah hari kerja. Toh, kerjaan saya di
kantor juga sudah selesai. Setelah izin dari kantor oke, saya tambah lega.
Akhirnya, breast pump didapat, dan saya pun langsung pulang.
Sesampainya
di rumah jam 3 sore, Aufa digendong mbah uti di depan rumah sambil ngedot ASI
perah. Setelah itu, dia tidur. Karena saya belum memerah ASI, saya perah saja
daripada nggak ngapa-ngapain. Toh, Aufa juga tidur. Itung-itung juga untuk
ngetes memerah memaka breast pump. Belum selesai memerah, Aufa bangun dan
menangis keras-keras. Tak seperti biasanya. Saya neneni dia, tapi dia
sepertinya ogah-ogahan. Sama mbah utinya, Aufa dimandikan. Sementara, saya
menyelesaikan memerah ASI dan kemudian Shalat Asar sekalian. Aufa masih nangis
kejer. Dot yang dimasukkan ke mulutnya, tak mau dia sedot. Dia tetap menangis.
Sambil didandani mbah utinya, saya elus-elus kepalanya sambil saya ciumi. Saya
bilang kalau saya sudah pulang, sebentar lagi nenen.
Saat
kemudian saya neneni sambil tiduran, sesekali Aufa masih menangis. Mungkin dia
masih ingin menangis, atau mungkin dia masih gelo. Tapi, lama-lama dia mulai
anteng. Setelah sekitar 15 menit nenen dan dia sepertinya sudah puas, saya ajak
dia bercanda. Eh, dia tersenyum. Alhamdulillah … Saat kemudian saya gendong dia
dan saya ajak jalan-jalan di depan rumah, dia tambah girang. Dia mau
ketawa-ketawa lagi. Huuuffftt … alhamdulillah.
Kangen
sama Ummi, ya Sayang! Atau marah sama Ummi karena Ummi nggak pulang pas
istirahat siang? Maafkan Ummi, ya Sayang …. Tadi harus mengambil pompa ASI dulu
buat Kakak Aufa … Sini, Ummi peluk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar